Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #58

Ke Banyuwangi

*POV Rubia El-Hazimah

Tugas RPP untuk satu semester ke depan sudah aku selesaikan sekalian. Untuk semester ini aku menggunakan RPP yang sudah ditulis oleh guru yang aku gantikan mata pelajarannya. Tetapi, media pembelajaran materi besok lusa di kelas X MIPA unggulan 2, aku belum bisa menyelesaikan. Aku kepikiran Pak Ibban tadi.

Aku merebahkan badan. Aku membuka galeri, memutar video Pak Ibban menyanyikan lagu cihta luar biasa malam itu. Senandung yang tidak pernah bosan kudengarkan walau sudah berkali-kali aku dengarkan malam hari menjelang kedipan terakhir. Aku bagikan ke story dua media sosialku dengan caption والله يعلم في قلوبكم (Dan, Allah mengetahui apa yang tersimpan di dalam hatimu. Maka, mana mungkin Allah tidak paham aku yang aku mau). Tanpa privasi. Aku harap Pak Ibban memberi komentar.

Dan, saat aku masih stay on layar handphone, sepuluh menit kemudian, pesan masuk dari Pak Ibban.

"اللهم لا تدع قي قلوبنا انتظار الشيئ لن يأتي"

(Allahumma la tad'u fi qulubinan tidzarasy syai-i layyaktiya)

Aku mengartikannya dalam hati.

"Ya Allah, jangan biarkan hati kami menunggu sesuatu yang tidak kunjung datang." Aku merasa Pak Ibban sedang mengingatkanku sesuatu. Tetapi, apakah benar maksudnya supaya aku tidak mengharapkan dirinya? Entahlah aku tiba-tiba berpikir ke sana.

"Maksud njenengan?"

Mengetik. Pesan masuk. "Sudah jelas, kan, Mbak?"

"Kalau boleh tahu, apa sebenarnya njenengan sudah menyukai perempuan lain?" Sebetulnya aku ragu, tapi aku penasaran. Akhirnya pesan terkirim. Terakhir dilihat dua menit yang lalu.

"Tapi?" Aku buru-buru menghapusnya sebelum dibaca. Aku sampai gerogi. Menghela napas kemudian.

Tetapi, kemarin....

Dua hari yang lalu.

Selesai dari sekolahan aku langsung meluncur ke Banyuwangi. Sambang rumah lama, pesan seragam olah raga ke usaha konveksi saudara, dan tujuan utamaku adalah silaturahmi ke rumah Pak Ibban. Tiba-tiba aku merindukan ibunya.

Kadangkala aku menyempatkan diri bertukar kabar lewat telepon. Aku akui aku sudah cukup dekat dengan ibu Pak Ibban. Entah Pak Ibban tahu itu atau tidak. Tetapi, kupikir ibunya juga cerita. Keberangkatanku ke sana, aku tidak memberitahukannya pada Pak Ibban. Aku perlu membicarakan sesuatu dengan ibunya.

Berangkat pukul satu siang, sampai di sana pukul sebelas malam. Aku izin tidak masuk mengajar satu hari. Lantas aku menginap di rumah Mbak Nasmah tepatnya, dia yang dulu pernah hampir dilamar Pak Ibban. Tidak mungkin aku malam-malam bertamu di rumah Pak Ibban. Baru keesokan harinya, pagi-pagi sekali, aku tiba di rumah Pak Ibban setengah tujuh pagi. Bahkan, saat masih terdengar srang sreng wajan dan bau ikan asin digoreng tercium.

Akhirnya, aku ikut memasak di dapur bersama ibunya Pak Ibban. Senang sekali. Aku terharu bisa sedekat itu dengan beliau. Mungkin aku akan sangat bahagia bila hidup dengan keluarga seharmonis itu. Satu jam kemudian, sarapan matang keseluruhan. Aku ikut makan bersama mereka, juga Mas Bayu yang buru-buru berangkat bekerja ketika baru lima menit duduk di meja makan.

Lihat selengkapnya