*POV Yazeed Akiki Mubarak
Langit masih sangat pekat. Suara berdebum musik terus memekikkan gendang telinga. Lampu remang mengakibatkan lalu lalang tidak begitu jelas. Sebenarnya aku tidak betah berlama-lama di sini. Asap rokok dan aroma alkohol yang senantiasa tercium oleh penginderaku. Tapi, aku harus menemui perempuan yang malam ini kujanjikan akan kubawa dari sini. Kali ini aku harus menebusnya sangat mahal karena perempuan itu katanya istimewa. Aku tidak akan menyebutkan berapa jumlah tebusannya ketimbang dikata riya. Dan, aku akan melihatnya sendiri seberapa istimewanya dia nanti.
Dua perempuan mencoba mendekatiku. Aku memberikan isyarat bahwa aku tidak berkenan berkencan dengan siapa saja. Keperluan bukanlah bersenang-senang. Aku melihat mereka berdua mencibir dengan tatapan tidak suka.
"Kenapa dia lama sekali?" batinku.
Kulihat jam di tangan sudah melewati angka dua belas. Intinya aku harus segera kembali sebelum pukul tiga nanti.
"Ini yang kumaksud." Suara wanita yang sudah semakin tua itu tersadap gemuruh irama musik jazz. Tetapi, aku paham dia sedang menunjukkan perempuan di sampingnya. Aku hanya melihat sekilas saja.
Aku merogoh uang di saku.
"Dibayar kontan. Ke sini kau!" Aku memanggil perempuan itu.
Wanita itu mengambil uangnya yang masih tersegel dalam amplop. Dia membukanya dan memastikan jumlah uangnya tidak kurang sepeser pun. Lantas dia memperhatikanku sekejap, lalu dia memberi isyarat tangan agar perempuan istimewa itu mendekat padaku.
"Kau menyuruhku bekerja dengannya, Mak?"
"Sekarang kau jadi miliknya."
Perempuan istimewa itu memperlihatkan tingkah penurutnya.
"Ingat! Jangan pernah kalian datang ke sini lagi. Aku tidak mau urusan dengan orang sepertimu." Wanita mengancam. Matanya melotot. Dia pun melenggang pergi.
"Ikut aku!"
"Ke mana?"
"Membuktikan apakah kau benar-benar istimewa?"
"Maksudmu kita akan..."
"Hati-hati kalau bicara."
"Jangan naif kau. Apa gunanya kau menebusku jika bukan demi kesenangan semata."
Aku mempercepat langkah. Dia di belakangku terus mengajukan pertanyaan.
"Kenapa kau dianggap istimewa? Apa yang kaubisa?"
"Apa pun yang kaumau."
Aku menatapnya. "Yakin?"
"Kenapa tidak."
Dia sungguh pandai menggoda. Bicara dan tatapannya tidak biasa. Dia punya daya tarik yang sangat kuat. Dan, dia selalu menegaskan perkataannya dengan sangat yakin.
"Siapa namamu?"
"Aynur. Kau?" Dia menawarkan telapak tangannya.
Aku memperhatikan tangan itu. Ujung-ujung kukunya diberi cat kuku warna dark brown. "Panggil aku Yaz."
"Sepertinya kau bukan orang biasa. Yaz siapa namamu?"
"Yazid."
"Tampang-tampangmu seperti preman. Preman mana kau? Kaupunya berapa banyak duit sehingga kaumampu menebusku. Setahuku, Mak tidak akan dengan mudah melepaskan anak kesayangannya."
"Tidak penting. Tugasmu berhenti bicara."
Dia justru tertawa ringan. Lalu, sepanjang langkah menuju tempatku memarkir kendaraan, dia diam.