Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #69

Hasil lamaran

*POV Rubia El-Hazimah

Demi memutuskan pilihan itu, aku kepikiran sepanjang hari. Usai salat, aku selalu menatap dua benda itu di tempat tidurku. Tidak mungkin kalau aku malah menolak keduanya. Papa dan mama tetap cenderung menyukai Pak Ibban. Mungkin itu karena dari awal dialah yang kuceritakan pada mereka sehingga seseorang yang membuat mereka tertarik pun Pak Ibban. Tetapi, mereka tidak memaksakan kehendak. Mereka sudah dapat mengukur bahwa siapa pun yang menjadi keputusanku, pasti itu yang sudah mantap menjadi pilihanku. Lagipula Pak Ibban dan Pak Iman sama-sama baik.

Aku berjalan menuju ruang guru sembari membawa buku tugas anak-anak. Handphone berdering. Pesan masuk dari Pak Ibban, dia mengingatkanku bahwa hari ini sudah waktunya aku memberikan jawaban. Tapi, sepertinya aku belum bisa memutuskan itu. Sejak semalam, aku pusing. Aku tidak begitu bersemangat. Mungkin karena akhir-akhir ini aku memikirkan banyak hal. Ada masalah di sekolah, masalah dengan salah satu orang tua anak yang les privat di rumah, dan dua pilihan yang masih aku tangguhkan.

Aku menelepon Pak Ibban.

πŸ“ž"Assalamu'alaikum?"

πŸ“ž"Wa'alaikumussalam. Gimana, Mbak?"

πŸ“ž"Saya belum bisa memantapkan pilihan, Pak Ib. Njenengan sabar, kan?"

πŸ“žDia tertawa. "Yang tidak sabar nunggu itu Ibuk. Makanya, ini saya langsung tanya."

πŸ“ž"Kasihan Ibuk, Pak. Sampaikan pada Ibuk, ngapunten."

πŸ“ž"Oke. Pilihan seumur hidup. Yakinkan hatimu."

πŸ“ž"Iya, Pak Ib."

Aku memutus panggilannya.

"Bu Bia tumben pucat mukanya," ujar salah satu guru mapel bahasa inggris.

"Masak, Bu?"

"Bibirnya pucet. Pandangan juga agak sayu."

"Lawong saya cuma pusing lo, Bu."

Guru itu manggut-manggut. "Hmm...ini juga gara-gara lipstik Bu Bia tidak terlalu terang hari ini."

"Iya ini saya cuman pakai lipgloss."

"Ya kalau memang sakit, monggo lo ke UKS saja. Anak-anak dikasih tugas saja, Bu."

"Nggeh, Bu. Makasih. Saya mau haduh ini dulu."

"Saya ke kelas dulu kalau guru. Mari, Bu Bia."

Aku mengangguk.

Setelah makan besar malam itu, aku belum periksa kesehatan. Sepertinya aku terlalu banyak makan.

"Berapa berat badanku sekarang, ya?" batinku.

Aku menaruh buku tugas anak-anak, lalu beringsut ke ruang UKS. Aku langsung menimbang berat badan. Aku meringis kemudian.Β Ternyata berat badanku naik banyak. Naik lima kilo dalam tiga pekan. Kini menjadi enam puluh dua. Perubahannya cukup terlihat dari beberapa bagian tubuhku yang mulai terlihat lebih besar, terutama bagian pipi dan kaki.

Sebetulnya penampilanku sekarang sudah jauh lebih baik. Dulu berat badanku pernah hanya empat puluh kilo dengan tinggi seratus enam puluh. Ketika aku masih menjalani perawatan dan rutin minum obat. Itu terjadi sebelum aku skripsi. Dua semesterku jeblok karena aku harus fokus dengan kesehatan. Walaupun begitu, dulu aku tidak sampai memperpanjang masa kuliah. Syukurlah sampai sekarang aku sehat. Terakhir kontrol enam bulan lalu, aku masih sehat. Kesehatanku sudah normal. Makanya, kadangkala aku berani makan makanan kesukaanku lagi seperti ketika pertemuan di malam hari dengan Pak Ibban.


*POV Ibban Nizam

Lihat selengkapnya