*POV Fakharuddin Akhyar Al-Ameen
Seketika lantunan zikirku melirih. Aku mendengar langkah orang mondar-mandir di depan pintu. Aku menyibakkan selimut. Bangkit. Dari kemarin loyo meriang sekaligus diare. Perut kosong, kurang nafsu makan, lalu masuk angin. Sekarang pun masih sedikit mules.
Aku membuka pintu. Aku mendapati Iza di sana.
"Ada apa, Za?"
"Tidak, Gus. Tadi diminta Bu Nyai ke sini." Kepalaku sedikit menunduk.
"Ngapain?"
"Njenengan apa sudah sehat?"
"Ooohh. Ya seperti yang kamu lihat. Lumayan. Terima kasih tehnya." Gus Fakhar tersenyum.
"Kudengar kamu dilamar seseorang? Siapa?"
"Orang Banyuwangi, Gus."
"Kamu kenal dengan dia?"
"Nggeh."
"Kok bisa?"
"Dia ngontrak di Tulungagung, Gus."
"Kerjaannya?"
"Katanya dosen."
"Sudah mapan dong?"
Dia mendiamkan pertanyaanku.
"Kamu terima lamaran itu?"
Dia menggeleng.
"Tidak?"
"Maksudnya belum tahu, Gus."
"Kamu ragu?"
"Nggeh, Gus."
"Alasannya?"
"Bingung."
Aku menyandarkan pundak kiriku ke daun pintu.
"Coba kamu kalau ngomong yang jelas. Bingung karena?"
"Ehm..."
"Bingungnya itu karena kamu pengen atau enggak?"
"Bingung mau bicara, Gus."
"Bicara gimana?"
"Bu Nyai dhawuh itu pria yang akan dijodohkan dengan Adik njenengan."
"Iya to?"
Dia mengangguk.
"Oh, aku paham. Kamu aslinya pengen nerima, tapi bingung setelah tahu Ummik sudah punya rencana itu? Lalu, kamu bingung ngomongnya gimana. Gitu, kan?"
"Tidak juga, Gus."
"Berarti sebagian kataku bener."