*POV Fakharuddin Akhyar Al-Ameen
Ba'da jamaah.
Aku senang dia menerima ajakanku. Awalnya aku berpikiran dia akan menolak halus. Kadang aku berpikir, sikapnya tidak bisa ditebak. Kadang halus, pun kadangkala mendadak dingin, dan bisa juga berubah mendewasai. Fizah gadis tujuh belas tahun. Dan, sekarang aku sudah siap berlomba dengannya.
"Aku sudah siap. Kamu gimana, Iz?"
Iza diam menatapku. Lalu, aku tersadar masih dalam keadaan bersarung.
"Aku ganti baju. Kamu siapkan semuanya."
Tak ada lima menit. Aku menggantinya dengan celana training panjang dan baju yang kemarin baru kupakai sekali.
"Arepe nyapo iki?" Ummik masuk ke dapur.
Terjemah: (Mau ngapa ini?)
"Ini, Mik, aku dan Fizah mau lomba masak. Ummik tunggu saja siapa yang masakannya paling enak."
"Lomba masak? Idene sopo iki?"
Terjemah: (Lomba masak? Idenya siapa ini?)
"Aku, Mik. Pun njenengan tunggu saja."
"Ummik usul Mbak Ulya kon melu. Kurang rame yen mung wong loro."
Terjemah: (Ummik usul Mbak Ulya suruh ikut. Kurang ramai kalau hanya berdua)
Aku menatapnya dengan gerakan alis. Dia menggerakkan sama.
"Terserah njenengan, Gus."
"Ya sudah. Iz, kamu panggil dia. Kalau dia repot, ya tidak usah. Akhir-akhir ini dia mempeng murajaah. Ngejar mutqin."
"Halah sampeyan matur lek Ummik sing ngutus. Mesti budal."
Terjemah: (Halah, kamu bilang kalau Ummik yang meminta. Pasti berangkat)
"Enggeh, Mik," jawabku.
Dia ragu melangkah. Mungkin dia belum tahu kamarnya Mbak Ulya.