*POV Ranaa Hafizah
Yang tercenung tidak hanya aku. Sepertinya semua orang di ruangan ini memang menyadari. Pak Nizam dan Yazeed yang tengah duduk bersila, bersisihan, dengan style kemeja dan sarung yang sama, menjadikan mereka tampak mirip sekali. Kontrasnya hanya ada di warna kulit. Aku mengerlingi pandangan semua orang begitu mereka duduk tadi.
Dan, akhirnya Bu Nyai Ridhaa yang memulai tanya, "Mas Nizam dan Mas Yazeed kok wajahe mirip banget to yo."
Gus Fakhar menambah, "Sudah kenal dengan Kang Nizam ini, Mas Yaz?"
"Baru aja tadi salaman di depan. Namanya juga baru dengar kaubilang barusan."
"Benar. Kami tidak saling kenal," ujar Pak Nizam
Ibuk masuk mengucap salam. Dijawab semua orang. Ibuk melipir di belakang Pak Nizam. Lalu, duduk di dekat Pak Nizam mendengar Pak Nizam mengajaknya bicara. Lalu, ibuk mengangguk.
Mbak Nuansa dan Ning Ulya datang membawakan hasil masakan kami tadi.
"Biyuh iki ketarane kok enak sing eneng kerupuke." Bu nyai menggeser piringnya.
Terjemah: (Waduh, ini kelihatannya kok enak yang ada kerupuknya)
"Masing-masing dapat tiga piring. Porsinya sedikit. Aman," kata Gus Fakhar.
Dia berbisik padaku, "Iz, punyaku pasti enak. Kalau aku sampek yang menang, kamu mau ngasih aku apa?"
"Memberi apa, Gus?" Aku melirihkan suara.
Lalu, aku menyadari Pak Nizam menatapku. Dia segera memalingkan pandangan ketika aku berusaha membalas tatapannya.
"Apa hadiahnya?" Gus Fakhar masih saja mengajakku bicara. Padahal, aku berusaha supaya tidak terlihat dekat dengan beliau. Aku sebetulnya ingin melarang, tapi sungkan.
"Nguras kamar mandi tiga kali saja, Gus."
"Hih, pasti kamu modus. Iya kan?" Tatapannya justru mengajakku bercanda.
Bu nyai menyenggol Gus Fakhar. Gus Fakhar langsung berkata, "Silakan dicicipi. Nanti juri bisa berkomentar satu per satu. Nilainya akan direkap Mbak Nuansa."
Saat semua orang sibuk makan. Gus Fakhar mengajakku bicara lagi. "Kamu bilang begitu cuma modus, kan, Iz?"
Alis Gus Fakhar yang bergerak-gerak membuatku tak bisa menahan senyum.