*POV Ratna
Aku mendekati Aynur. Perempuan yang jauh lebih berpengalaman menelusuri oase yang panas. Seberapa lamanya dia menapaki gurun itu, berapa kilometer dia kuat melangkahkan kakinya, berapa banyak mineral yang dia butuhkan agar tetap bisa bertahan dalam kepanasan, dan bersama siapa saja dia melalui semua itu. Dari semua pertanyaan yang kuajukan, tak ada kalimat yang dia sembunyikan. Dia jujur mengatakan apa adanya. Ada perempuan yang hidupnya lebih mengerikan. Perempuan yang tak punya bekal iman, hidup dalam penjajahan hak dan dia bisa menjalaninya selama bertahun-tahun. Dan, anehnya dia rela.
Aku tidak habis pikir kenapa dia bisa hidup tenang. Padahal, dunia ini hanya akan meliriknya sebagai wanita tak terhormat. Tapi, justru dia mengatakan dirinyalah yang paling terhormat. Tidak ada yang melebihi kehormatannya. Sampai pada jawaban itu aku tertegun.
Lalu, sore ini aku kembali bertegur sapa dengannya. Aku ingin memperjelas perkataannya.
"Apa maksudmu waktu itu?"
"Aku hanya perlu menghasilkan uang, tapi tidak dengan menjual kehormatan."
Di hadapannya, aku mendadak jadi orang yang bodoh.
"Tapi, kenapa kamu ada di tempat itu?"
"Aku adalah kembang desa. Sejak usiaku lima belas tahun, banyak pria yang datang melamarku. Tapi, aku dianggap wanita terkutuk."
"Kenapa bisa?"
"Aku belum selesai bicara. Dengarkan saja aku!"
Aku terdiam seketika.
"Kenapa aku berkata demikian? Aku juga tidak mengerti apa yang membuat pria-pria banyak yang teropsesi padaku. Itulah yang mengakibatkan perempuan di desaku punya pemikiran yang tidak logis. Menganggapku sebagai perempuan yang telah dikutuk. Katanya, sejak aku didatangi oleh pria-pria, perempuan-perempuan itu sulit mendapatkan jodoh. Bagi para pria, aku adalah perempuan paling terhormat. Tapi, tidak bagi perempuan. Termasuk keluargaku yang kemudian seperti orang kalap, serempak membuangku ke jalanan. Mereka mengusirku dengan alasan supaya mereka tidak jadi bahan gunjingan dan objek kutukan selanjutnya. Apalagi, dari pria yang melamarku, tidak ada satu pun yang kuterima lamarannya. Barangsiapa yang menolak pinangan seorang pria, dia dianggap akan mempersulit jodohnya sendiri di kemudian. Itu sudah semacam kutukan bagi para perempuan. Nyatanya di kemudian hari, tetap ada saja yang datang hanya demi ingin mendengar bagaimana caraku berbicara dan menolak pria. Karena kutukan itu tidak berlaku bagiku, perempuan banyak yang cemburu. Mereka tidak sepertiku."
"Apa kamu punya kelebihan?"
"Menurutmu bagaimana? Kelebihan apa yang kamu tangkap saat bicara denganku?" Dia tersenyum aneh sembari menatapku penuh makna. Pandangan yang misterius.
"Mungkin dari caramu berbicara membuat orang lain semakin ingin tahu."
Dia tersenyum lebar. Entah apa artinya itu.
"Aku sendiri berpikir, banyak perempuan yang lebih unggul dariku. Tapi, kenyataannya lain. Pria-pria berkomentar, mengatakan aku berbeda dari perempuan lainnya."