*POV Fakharuddin Akhyar Al-Ameen
"Nggeh, Mik. Fakhar coba paham. Tapi, apa Ummik duko (marah) karena aku punya perasaan dengan Iza?"
"Ummik kurang demen, Le. Ummik ndak pengen nganti milarani Mbak Ulya. Sampeyan paham to maksude Ummik?"
Terjemah: (Ummik kurang suka, Le. Ummik tidak ingin sampai menyakiti Mbak Ulya. Kamu paham, kan, maksudnya Ummik?)
"Tapi, apa Ummik akan tetap menyuruh Iza tidur di kamar santri?"
"Lha piye maneh?"
Terjemah: (Mau bagaimana lagi?)
"Iza tidak salah, Mik. Dia tidak harus pindah kamar. Aku lihat dia keberatan, tapi kadung merasa bersalah pada Ummik. Ummik tidak pengen mengubah keputusan?"
"Baik Ummik marah opo ndak karo Iza, tapi iki demi maslahahe atimu, Fakhar."
Terjemah: (Baik Ummik marah atau tidak dengan Iza, tapi ini demi kebaikan hatimu, Fakhar)
Ummik menghela napas.
"Sampeyan mestine wis ngerti, Le. Tapi, iseh ngebotne perasaanmu neng Iza. Ngono? Sampeyan butuh belajar dadi laki-laki sing siap lahir batin dadi pemimpin keluarga. Diawiti tekan saiki."
Terjemah: (Kamu pastinya sudah paham, Le. Tapi, masih memberatkan perasaanmu pada Iza. Begitu? Kamu buruh belajar menjadi laki-laki yang siap lahir batin menjadi pemimpin keluarga. Dimulai dari sekarang)
"Maka dari itu, Mik, aku tidak ingin mempercepat pernikahan ini sampai aku siap lahir batin."
"Tapi, tidak dengan memperhatikan Iza seperti itu."
"Nggeh. Nggeh."
"Ndak enek masalah karo bajune. Tapi, niatmu kui lo, Le, sing dadi masalah. Sepiro-piro sampeyan maringi Iza baju, lek niate sampeyan liyo, ceritane bakalan bedo maneh."
Terjemah: (Tidak ada masalah dengan bajunya. Tapi, niatmu itu lo, Le, yang jadi masalah. Berapa pun kamu memberi Iza baju, kalau niatmu lain, ceritanya akan beda lagi)
"Nggeh, Mik. Ya Allah, enggeh." Kucium pipi ummik dua kali.
"Mesti andalanmu ngene iki." Ummik menggerutu melihatku merayu.
Terjemah: (Pasti andalanmu seperti ini)
Aku tertawa lirih.
"Yowis sepurane yo, Le."
Terjemah: (Ya sudah minta maaf, ya, Le)
Aku memeluk ummik sekali lagi.
"Tapi, Iza babuke panggah neng kamar santri."
Terjemah: (Tapi, Iza tidurnya tetap di kamar santri)
"Enggeh pun (ya sudah) kalau itu maunya Ummik. Dia sudah mengembalikan bajunya, Mik. Terus siapa yang harus memakainya, Mik?"
"Nopo dibalekne?" (Kenapa dikembalikan?)
"Sungkan sama Ummik."