*POV Ibban Nizami
Muncullah Gus Fakhar dari gerbang. Dia menuju ke arah kami dengan motornya yang melaju semakin pelan. Dia menatap kami setengah heran. Dia turun, lalu lekas mendekati kami yang urung berpindah dari posisi.
"Kenapa nggak masuk, Mas? Silakan!" Tangannya mengisyaratkan.
Kami menurut.
"Bu Nyai dan Abah sudah pulang, Gus?"
"Sudah. Tapi, keluar lagi. Silakan pinarak (duduk) dulu."
Gus Fakhar membuka daun pintunya lebih lebar. Disambut oleh senyum sapa Mbak Ufi yang sedang membersihkan ruang tamu. Dia menata bantal.
"Mbak kopinya tiga."
"Nggeh, Gus."
"Ngopi kan?" Menatap kami bergantian.
"Ngopi, Gus," sahut Mbak Ufi. Dia mencuri pandang ke arahku.
"Sok tahu kamu."
"Bener lo, Gus." Dia berjingkat-jingkat ke dalam.
"Sambil nunggu Abah dan Ummik pulang, Mas Nizam tunggu di sana saja. Leyeh-leyeh (istirahat). Memang tujuannya mau ke sini, ya?"
"Iya, Gus. Sekalian tadi mengunjungi Yazeed di pondokannya."
Dia mengangguk. Membuka salah satu toples, lalu mengambil kacang asin. Dia meletakkannya beberapa butir di telapak tangannya.
Aku memberi isyarat agar Mas Iman juga mengikutiku.
"Enak, Mas. Yang bikin itu Si Ufi. Favorit saja ya ini, nih. Ayo lo dimakan!"
"Mumpung di Magetan, boleh mampir ke konveksi saya. Ke toko sekalian."
"Punya bisnis, Gus?"
"Harus, Mas. Jadi mitra bisnisnya Mas Rayyan dan Mbak Ala."
"Serius?"
"Iya, Mas. Kendengaran aneh apa gimana kok kaget?"
"Sejak kapan, Gus? Saya cukup mengenalnya."
"Masih baru. Silakan mampir! Deket banget dari sini. Cuman dua kilo. Saya shareloc."
"Terakhir saya ketemu Mbak Ala november kemarin. Lomba di Pamekasan. Tapi, saya nggak tahu kalau dia pindah ke sini."
"Bukan pindah, Mas. Toko cabang miliknya aja sudah di Magetan. Konveksianku jadi supplier tokonya. Dia ikut suaminya di Tuban."
"Ooooo. Iya iya. Kemarin juga nggak sempet berbincang lama. Ya bolehlah nanti kita mampir sebentar ke toko."
"Ada diskon promo akhir tahun."
Aku menanggapinya dengan tersenyum tipis.
"Iya insyaallah, Gus."