*POV Ranaa Hafizah
Bising mobil Tuan Kabi yang hendak memasuki halaman pesantren menghentikan gerakan tanganku yang masih mencuci ageman bu nyai. Aku yang semula ingin meredam bising kekhawatiranku dengan melakukan pekerjaan ndalem pun kembali tak tenang. Harap-harap cemas. Aku masih tetap berharap semoga kabar yang mereka bawa seperti yang aku inginkan.
"Mbak, Mbak?" Mbak Ufi mengetuk pintu kamar mandi dapur.
"Iya?" Aku berteriak.
"Sampun rawuh (sudah datang)."
"Iya tahu. Aku nggak pengen keluar."
"Mereka sama Ibumu lo, Mbak."
Kuangkat kepalaku. Kubuka pintunya. "Serius?"
"Iya. Makanya cepetan kamu keluar. Cuci muka dulu. Wajahmu masih sembap itu."
"Aku pinjem rokmu, ya, Mbak. Punyaku basah."
"Pakek aja yang sudah aku gantung di cantolan. Baru aku pakek sekali."
Mbak Ufi melenggang sembari menjawab nggeh karena dipanggil Gus Fakhar.
Aku berwudu sebentar. Lalu, ke kamar Mbak Ufi mengganti rok yang lain. Giliran aku yang dipanggil Gus Fakhar. Beliau mengetuk pintunya dua kali.
"Sebentar, Gus." Aku cepat-cepat sampai kesrimpet rok. Aku berdecak.
Kubuka pintunya. Aku melihatnya mematung. Menatapku tidak berkedip. Kupikir apa ada yang salah dengan wajahku.
"Kerudungmu miring."
"Oh." Aku sedikit memalingkan wajah. Kubenahi sebentar.
"Sudah," katanya setelah melihat jilbabku lebih rapi. Gus Fakhar tersenyum.
Pandangannya meredup. Bola mata itu menyimpan belas kasih yang berbeda dengan sebelumnya. Matanya berbicara, meski mulutnya enggan. Tapi, kenapa Gus Fakhar menatapku tak biasa? Pikiranku mulai bergerilya. Harapanku gugur sedikit demi sedikit. Terjadilah kemungkinan ibuku telah menceritakan banyak hal yang tidak kuketahui. Tanpa meminta izin, kedua tangan itu menarik punggungku. Membebatku dengan eratan yang sangat kuat. Degup jantung kami bersahut-sahutan. Debar-debar itu kudengar keras dari dadanya. Karena wajahku kini benar-benar menempel di tempat di mana suara itu berasal. Aku masih mematung tak mengerti. Apakah boleh seorang gus memeluk abdi ndalemnya sebegini erat? Apakah ini tidak akan menimbulkan prasangka-prasangka yang buruk? Kenapa Gus Fakhar tidak bisa menahannya? Pelukan apa ini? Bergerak sedikit pun aku tidak bisa.