Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #135

Empat Lawan Satu

*POV Yazeed Akiki Mubarak


Aku tidak boleh kehilangan jejak. Ternyata Si Asu dan Hakim masih berkeliaran di sekitar Magetan. Setelah aku keluar dari gerbang Al-Furqan, aku melihat mereka dari kejauhan. Tapi, mereka langsung kabur begitu aku memergokinya. Aku tidak bergegas menyalakan motor. Dan, motor yang mereka gunakan pun seketika melesat cepat dalam pandangan. Seperti tiba-tiba raib. Entah ke mana. Aku masih berusaha mengejar.

Ternyata dua orang itu memang tidak bisa dianggap enteng. Mereka licik. Mereka bisa mengelabuhi polisi sampai sejauh ini. Sejak penggrebekan dan pembongkaran sebulan lalu, rupa-rupanya mereka masih luput dari pengejaran polisi. Aku tidak tahu persis cara apa yang mereka gunakan. Aku tidak ingin beramsumsi terlebih dahulu. Tapi, yang jelas aku memang harus berhati-hati.

Gas kutarik lebih kuat. Kusibak jalanan yang cukup ramai lengang. Di depan sana, aku seperti menemukan motor yang sama persis dengan yang mereka gunakan. Aku menyalip satu truk gandeng dari arah kanan dengan kecepatan 75km/ jam. Aku tetap mengejarnya. Kubuka kaca helm teropongku. Motor tetap melaju di atas kecepatan rata-rata. Kenapa mereka berdua ingin sekali mengejar Fizah? Apa yang mereka rugikan setelah Fizah kabur dari mereka? Kuabaikan mobil yang berkali-kali membunyikan klakson di belakangku. Tapi, aku sudah berusaha tidak menghadang jalan. Kami sama-sama terburu-buru. Dan, aku tidak bisa menyisih, memberikan jalan untuk mobil itu karena laju motor Asu dan Hakim terus berada di sisi kanan sebuah truk membawa sampah. Pertemuan tidak sengaja ini tidak boleh sia-sia. Aku harus bisa membuat perhitungan dengan mereka. Sudah kucari-cari di banyak tempat, justru kami dipertemukan di wilayah Al-Furqan. Kurapalkan salawat khusus, ijazah dari kiai masyhur dari Jawa Barat bernama Kiai Abad

Mau ke mana lagi mereka? Aku menerkanya. Sudah sekitar sepuluh kilo dari Al-Furqan. Aku fokus mengejar motor itu sampai ke pertigaan, mereka belok ke kiri. Aku tahu rute yang mereka pilih adalah rute yang telah mereka siasati. Mereka memilih kawasan sepi pengendara. Sudah bisa kutebak mereka pasti akan menjebakku. Aku berhenti sebentar. Kutelepon Kang Toyo. Kuminta dia mengutus enam orang agar menyusulku secepatnya.

Kulihat mereka sudah raib. Ke mana mereka? Aku tetap menyusul mereka daripada aku kehilangan jejak. Di depan ada pertigaan. Satu kilo dari sini. Pandanganku tak terlalu jelas untuk menjangkaunya. Juga terhalangi oleh beberapa orang yang menyeberang jalan. Tapi, samar-samar aku melihat mereka belok ke arah kiri. Daun-daun berguguran dihempas angin. Beterbangan saat aku melesat kencang. Aku pun belok ke kiri tanpa ragu. Kupelankan laju. Mereka benar-benar sudah menghilang. Aku telat mengejar. Kukendarai motorku dengan laju lebih pelan.

Lahan persawahan terbentang luas di sebelah kananku. Pohon-pohon turi ditandur berjejeran, berlarik-larik sampai sejauh lima ratus meter. Setengah kilo lagi ada pemakaman. Belum ada tanda-tanda aku akan dijebak di tempat ini. Masih ada beberapa rumah warga di sebelah kanan. Lalu, musala sebelum pemakaman itu, yang hanya tampak belakangnya saja. Aku berhenti. Melepas helm.

📞"Kenapa lama sekali? Cepat suruh mereka ke sini!"

📞"Siap, Gus. Mereka sudah berangkat. Mungkin sebentar lagi sampai."

📞"Hubungi polisi! Aku mengejar Hakim dan Bapaknya."

📞"Dihubungi sekarang, Gus?"

Lihat selengkapnya