*POV Ranaa Hafizah
Dia menggeleng. "Lebih baik aku di sini. Aku sudah tidak ingin mengingatnya lagi. Toh, mereka sudah menganggapku mati, kan, Zah? Biarlah tetap begitu sampai nanti."
Tapi, bagaimana jika suatu saat Ratna dipinang? Posisi Ratna juga sepertiku. Aku yakin kelak akan ada yang meminang Ratna.
"Na, gimana kalau nanti ada yang melamarmu?"
"Melamarku, Zah?"
"Iya. Kita nikah butuh wali."
"Aku nggak ngerti maksudmu, Zah. Akhir-akhir ini aku sering memimpikan Yazeed. Entah napa."
"Kamu rindu orang tuamu, kan?"
"Aku nggak yakin."
"Menurutku begitu. Karena yang sangat peduli padamu sekarang hanyalah Yazeed. Yazeed baik kepada semua orang, Ratna."
"Kurasa juga nggak begitu. Ada perasaan lain, Zah."
Aku tersenyum. "Kamu hanya merindukan seseorang yang dulu pernah menyayangimu. Hatimu mengatakan itu, tapi kamu nggak sadar itu. Wajar kok. Tapi, kamu harus kuat, ya. Kita kuat sama-sama."
***
Jika kuingat sekali lagi tawaran yang pernah kuberikan pada Yazeed, dia sudah sepakat siap menungguku. Dia ingin membantuku menemukan siapa orang tuaku. Aku berencana ingin memberitahunya karena setelah persetujuan itu dia memang berhak tahu. Dia harus tahu. Tapi, aku mempertimbangkannya lagi. Sebaiknya aku menceritakannya setelah hasil tes DNA keluar. Aku juga tidak ingin membuat Yazeed berpikir terlalu keras. Dia harus sembuh terlebih dahulu.
Aku pamitan pada Ratna.
Selanjutnya ke konveksian Gus Fakhar.
Awalnya mereka mengira aku adalah calon istri Gus Fakhar. Tapi, salah satu dari mereka ada yang sudah kenal persis siapa Ning Ulya. Lantas Gus Fakhar mengatakan dengan jujur aku adalah abdi ndalem. Lagipula tak mungkin juga Gus Fakhar keluar berdua dengan Ning Ulya tanpa Kang Bimo. Lebih wajar jika Gus Fakhar keluar dengan abdi ndalem.
Syukurlah para karyawan tampak biasa saja saat kami berbincang-bincang ringan. Bertanya-tanya selayaknya orang yang baru kenal. Salah satu dari mereka malah ada yang curhat soal anak perempuannya yang masih sekolah dasar. Ingin mondok di pondok kitab, tapi juga ingin menghafalkan Alquran. Mana yang harus didahulukan? Ini menurut pribadiku. Sebetulnya tidak ada keharusan. Hanya tinggal disesuaikan minat saja. Kalaupun memang keduanya bisa berjalan beriringan pun tidak masalah. Tapi, melihat minat anak itu jauh lebih penting karena minatlah yang akan mendorong proses belajar anak tersebut.
Hanya saja ada pertimbangan lain yang bisa dilihat dari dua sisi. Faktor eksternal: hafal mufradat dan mengetahui ilmu nahwu memang akan lebih mendukung proses menghafal itu sendiri. Sementara, faktor internal dari segi kualitas dan kuantitas belajar: ingatan yang bagus dan keistikamahan dalam membaca Alquran juga memudahkan siapa pun untuk menghafalkan Alquran. Karena khatam menghafal tidak pasti dipengaruhi oleh kecerdasan seseorang meskipun itu bisa menjadi tumpuan utamanya. Banyak dari mereka yang memiliki kemampuan biasa saja, tapi mereka dapat merampungkannya. Aku menjelaskan itu dengan bahasa informal. Karyawan perempuan yang masih muda itu menyimakku dengan saksama sampai harus menghentikan pekerjaannya.
Selang beberapa menit kemudian, Ning Ala dan Gus Rayyan datang. Aku menyapa Ning Ala yang tersenyum lebih dulu begitu masuk pintu. Ternyata dia sedang hamil besar.
"Karyawan baru, ya?" tanyanya padaku.
"Bukan, Ning."