*POV Yazeed Akiki Mubarak
Ritual paling menyenangkan bagiku adalah merokok di bawah temaram lampu depan rumah. Sambil menyaksikan wajah malam yang menurutku selalu suram semenjak aku kembali hidup sendirian. Juga ketika Kiai Bahar dan Bu Nyai Ridhaa datang ke rumah untuk menjawab lamaranku. Kuperhatikan bunga kusuma wijaya yang sedang bermekaran jadi tak seindah malam kemarin. Sembari merasakan sedikit nyeri di bekas luka jahitanku, kusesap ujung rokok yang malam ini rasanya tak begitu nikmat.
Tadi ba'da magrib, Kiai Bahar dan Bu Nyai Ridhaa datang ke rumah membawakan banyak oleh-oleh. Sejak awal aku tahu, kedatangan mereka hanya memperjelas apa yang diucapkan Tsaniya dua hari yang lalu.
"Begini, Kiai. Sejatosipun ket wingi kula kaliyan Umine niki kepengen tindak mriki. Tapi, keranten wonten acara dateng pondok, hajat niki nggeh dipun tunda."
Terjemah: (Begini, Kiai. Sebetulnya dari kemarin saya dan Uminya ini ingin datang ke sini. Tapi, karena ada acara di pondok, hajat ini ditunda)
"Pripun (bagaimana), Yi, lamaran Yazeed?" Abah bertanya.
"Sakderenge ngapunten. Kula lan Umine Tsaniya ajenge terus terang mawon. Sakderenge panjenengan dugi, Tsaniya sakmeniko sampun pikantuk jodo. Mugi-mugi Mas Yazeed angsal ingkang langkung sae."
Terjemah: (Sebelumnya minta maaf. Saya dan Uminya Tsaniya akan berterus terang saja. Sebelum panjenengan datang, Tsaniya itu sudah mendapatkan jodoh. Semoga Mas Yazeed mendapatkan yang lebih baik)
"Kenapa, Kiai? Apa sudah dijodohkan?" tanya ummi.
"Sakderenge kula ngertos Fizah niku Tsaniya, jodone Tsaniya alhamdulillah sampun ditentukan. Kula saestu nyuwun pangapunten."
Terjemah: (Sebelumnya saya mengetahui Fizah itu Tsaniya, jodoh Tsaniya alhamdulillah sudah ditentukan)
"Oooooh begitu. Sayang lo. Padahal, Ya Allah saya sudah senang Yazeed menemukan perempuan yang cocok. Tapi, sepertinya memang bukan jodoh, Bah, ya. Duuuuuh." Ummi pun terus terang mengatakan kekecewaannya. Walaupun aku masih baru pertama mengenalkan Fizah kepada orang tua, tapi sesungguhnya mereka sudah jatuh hati sejak pertama ketika melihat Tsaniya. Merekalah yang paling bersemangat ingin segera memberikan cincin peningset.
"Ngapurane yo, Mas."
"Iya, Yi. Semoga apa yang Kiai putuskan menjadi keputusan yang terbaik untuk Tsaniya."
Tak mungkin aku memperlihatkan wajah harapku pada mereka.
"Pernikahan digelar kapan?"
"Insyaallah lek sodoyone sampun beres, Fakhar sampun simah, akan segera dilangsungkan. Pangestune mawon," jawab Bu Nyai Ridhaa.
Terjemah: (Insyaallah kalau semuanya sudah beres, Fakhar sudah menikah, akan segera dilangsungkan. Mohon doa restunya saja)
"Kula dan Umine Tsaniya dongakne mugi-mugi mbenjang pikantuk jodo ingkang salihah."
Terjemah: (Saya dan Uminya Tsaniya mendoakan semoga mendapatkan jodoh yang salihah)
Usai percakapan itu, mereka pamit pulang, aku justru mengkhawatirkan yang lain.
"Bagaimana kalau saat pernikahan Fakhar, dua manusia itu menyusup ke sana?" gumamku.
Kupanggil Kang Toyo. "Kang sini!"
Dari seberang telepon dia mengiyakan.
Gema zikir masih berlangsung di aula bersama. Dilanjutkan dengan kajian fiqih dasar bersama abah. Aku beranjak Kang Toyo berjingkat-jingkat keluar dari sana.
"Bagaimana kalau itu sampai terjadi?" Ujung telunjukku memukul-mukul tralis besi. Sekali lagi kuhisap rokokku. Masih tak senikmat biasanya. Lama kelamaan ia habis dengan hitungan isap yang entah sudah berapa. Kubuang puntungnya ke sembarang tempat.
Derap langkah kaki memburu cepat menaiki tangga. "Iya, Gus?"
"Duduk!"
"Kalau nanti tanggal pernikahan Fakhar ditentukan, pada saat itu aku mengutusmu mengerahkan enam orang agar menjaga pintu masuk. Aku tidak ingin dua orang itu menyamar menjadi tamu undangan, lalu membuat kacau di sana. Jangan sampai dia melukai Tsaniya sedikit pun. Paham kau?"
"Paham, Gus. Apa perlu kita bicarakan ini pada Kiai?"
"Nggak perlu. Justru mereka tidak perlu tahu. Anggap saja tidak akan terjadi apa-apa. Kita harus bisa menjamin acara pernikahan itu tetap berjalan semestinya."
"Gus, tapi bukannya kalau mereka datang nanti kita bisa langsung melaporkannya kepada polisi."
"Penangkapannya usahakan jangan di area pesantren. Pasti gaduh."