Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #164

Persetujuan

*POV Ibban Nizami


"Yo Abah dewe sakjane biyen rencana yo sewulan rong wulan bar Fakhar rabi, sampeyan nyusul. Tapi, koyone Niya abot. Abah mesakne, Zam. Mungkin pikire dekne iseh cilik kok wis dikon ndang rabi."

Terjemah: (Ya Abah sendiri sebetulnya dulu berencana ya sebulan dua bulan setelah Fakhar menikah, kamu menyusul. Tapi, kelihatannya Niya keberatan. Abah kasihan, Zam. Mungkin pikienya dia masih kecil kok sudah disuruh segera menikah)


Aku manggut-manggut.


"Jenenge wong rabi ki biasane ndang nduwe anak, Zam. Niya iseh wedi perkoro kui."

Terjemah: (Namanya orang menikah itu biasanya segera punya anak, Zam. Niya masih takut soal itu)


"Saya tidak masalah, Bah."


"Lho, tenan opo piye, Zam?" Abah menertawakanku. Setengah tidak percaya.

Terjemah: (Lho bener apa gimana, Zam?)


Melihat air muka abah yang demikian, aku pun tidak bisa menahan senyum. "Nggeh insyaallah, Bah."


"Tenan (bener)?"


Tawaku lepas lagi. "Nggeh kalau ditahan bisa, Bah."


"Ngempet perkoro sing jelas halale rakyo angel to, Zam? Opo maneh perkoro kui ganjaran karo berkahe yo gede."

Terjemah: (Menahan sesuatu yang sudah jelas halalnya sulit, kan, Zam? Apalagi perkara itu punya pahala dan berkah yang besar)


Lama-lama aku ingin mengalihkan pembicaraan. Diuji abah dengan pertanyaan seperti itu membuatku canggung dan tidak yakin. Aku tidak bisa menahan tawa. Aku khawatir tawaku akan terlepas begitu saja.


"Bener opo ora, Zam?"

Terjemah: (Betul atau tidak, Zam?)


"Duko (tidak jadi), Bah."


"Kok ora eroh ki piye, Zam, Zam."

Terjemah: (Kok tidak tahu itu bagaimana, Zam, Zam)


Kopinya datang. Diantar oleh orang yang kupesani tadi.


"Tadi sudah saya bayar, ya, Bu."


"Sudah, Mas."


"Nanti saya antarkan gelasnya."


Dia mengangguk. Pergi.


"Sampeyan ndak usah khawatir, Zam. Selagi uwong kui gelem taqwa marang Gustine, Gusti ora bakal lali karo makhluke."

Terjemah: (Kamu tidak usah khawatir, Zam. Selagi orang itu mau bertaqwa pada Tuhannya, Tuhan tidak akan lupa pada makhluknya)


Sepertinya itu jawaban abah yang tidak menghendaki aku mempercepat akad nikahnya.


"Enggeh, Bah."


"Niya ki opo ayu, Zam?"

Terjemah: (Niya itu apa cantik, Zam?)


Pertanyaan apa lagi itu? Tawaku lepas lagi, lirih.


"Ojo koyo cah wedok. Yen ditakoni jawabane mung ngguyu-ngguyu. Mesam-mesem."

Terjemah: (Jangan seperti anak perempuan. Kalau ditanya jawabnya hanya tertawa. Senyum-senyum)


"Namanya perempuan pasti cantik, Bah."


"Ayu endi karo Ufi?"

Terjemah: (Cantik mana dengan Ufi?)

Lihat selengkapnya