Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #178

Terjebak

*POV Ibban Nizami


Aku ingat persis dimana jalan yang harus kami lalui. Tapi, pria yang setelah kuketahui namanya Yoga ini, dia mengatakan jalan yang biasanya sedang ditutup karena ada hajatan pernikahan. Jalan dipalang. Karena aku hanya orang yang menumpang, aku pun mengiyakan. Dia memilihkan jalur lain yang sebetulnya aku juga sering lewat di sini. Perjalanan terasa seperti biasa. Tidak ada gaduh dan kecemasan walaupun aku berharap cepat sampai di bengkel.


"Mas, jalannya nggak ke sini," kataku.


Pria itu diam.


"Mas?" Kutepuk pundaknya.


Pundaknya pun naik. "Apa, Mas?"


"Saya pakai headset."


"Bahaya, Mas. Saya cuman mau bilang lewatnya tidak sini."


"Jalan di sana lagi diperbaiki, Mas. Jadi kita lewat jalan lain lagi."


Apa iya? Tapi, sepertinya memang begitu. Mungkin perbaikannya baru dimulai kemarin. Jalan yang seharusnya bisa ditempuh lebih cepat menjadi molor sampai sepuluh menit. Kutinggal membalas beberapa pesan yang sudah masuk dari tadi. Tapi, setelah kuperhatikan sekitar, arah kendaraan ini semakin tak jelas. Jalur ini sudah jelas kelewat jauh.


"Mas, ini gimana kok malah ke sini?"


"Iya, Mas. Saya juga tahu kok. Sabar, Mas. Sebentar lagi sampai."


"Sampai gimana? Lha kalau lewat sini malah muter-muter jadinya," batinku. Aku jadi meragukannya. Tapi, kalau didengar dari jawabannya, dia kedengaran yakin.


Berhentilah di tengah lapangan setelah hampir dua puluh menit. Aku merasa ada yang salah di sini.


Kukirim pesan pada Mas Iman. Kuketik cepat.


"Mas, minta tolong suruh kirim jasa derek mobil di Gumitir, ya. Hafal kan mobilku. Tolong cepet." Send.


Hape masuk kantong. Aku memperhatikan sekeliling. Sepi. Matahari kian memanas.


"Kenapa berhenti di sini?"


"Turun sebentar, Mas!" perintahnya kemudian. Dengan suara yang agak kasar.


Aku tidak ada pilihan lain selain menuruti perkataannya. Tempat yang cukup sepi dari pemukiman. Kutoleh pria itu masih membelakangiku. Sejak tadi dia tak usai bermain hape. Bahkan, saat sebelum memberi tumpangan padaku, dia juga bermain hape sembari mengendarai motor. Aku ingin mengajaknya bicara, tapi dia masih sibuk. Aku bergeming mengamati sekeliling. Pohon menggeleng-geleng diterpa angin. Ilalang menyubur tersiram hujan. Rumput hijau menyelimuti tanah lapang.


Tak lama kemudian, semuanya senyap. Aku tidak bisa melihat apa pun kecuali satu warna, hitam.


Hening


Hening


Hening


Hening


Lihat selengkapnya