*POV Tsaniya Tabriz
Al-Furqan.
Ummik dan abah menunggu kami di teras. Berdiri dengan raut muka cemas. Begitu kami turun dari mobil, ummik berlari ke arahku. Memelukku tak keruan. Ummik meraba tangan, wajah, dan badanku.
"Endi sing loro, Nduk?"
Terjemah: (Mana yang sakit, Nduk?)
"Aku tidak seberapa, Mik. Tapi, Abang..."
Ummik menatap abang.
Kak Ulya yang masih memakai celemek langsung menghampiri dan merangkul abang. Kuhirup aroma bawang dari tubuhnya.
"Masak apa?"
"Kesukaan Mas. Mas mau makan apa biar aku masakin."
"Nggak usah." Abang membelai pipi Kak Ulya sebelum menatap ummik lagi.
"Mik, sekarang aku dan Kang Nizam sudah baikan. Ya tapi tadi yang nyetir Kang Nizam. Aku nggak kuat. Cuman nyetir satu jam pas baru berangkat tadi."
"Ya Allaaaaah."
"Yowis mlebu sek (ya sudah masuk dulu)," ucap abah.
Kak Ulya sudah menyiapkan menu makanan spesial di meja makan. Kami digiring ke sana. Kak Ulya dengan girangnya membuka tudung nasi sembari semringah. Pertamanya tersenyum pada abang. Dia sangat berharap dengan masakan spesialnya itu, abang kembali bersemangat.
Kami pun duduk. Kak Ulya mempersilakan kami langsung mengambil nasi dan sayur. Tapi, Kak Ulya memasakkan makanan spesial khusus untuk kami bertiga, nasi tim ayam kuah kari dan pure milk with boba. Dia pun menjelasakan kalau boba itu buatannya sendiri. Lebih mudah dicerna daripada boba yang dibeli seperti biasanya. Jadi, aman diperuntukkan bagi yang masih bermasalah dengan pencernaan.
"Aku suapin purun (mau)?" Begitu tawarnya pada abang yang sebetulnya ingin berusaha makan sendiri. Begitu perhatiannya Kak Ulya pada abangku. Cinta yang tulus dan penuh kasih.