*POV Fakharuddin Akhyar Al-Ameen
"Tumben?"
Di kamarnya tidak ada. Di kamar ummik pun tidak. Di kamar Mbak Ufi kosong. Di kamar mandi belakang juga alfa. Di masjid yang masih dipenuhi santri-santri, jelas dia tidak ada di sana. Kutanya Mbak Ufi, dia juga tidak tahu. Justru balik bertanya sejak kapan Niya tidak ada di ndalem. Mbak Ufi kaget, lalu mencoba ke pondok putri, mencarinya di sana. Barangkali ada.
Ulya baru dari depan menyirami bunga-bunga yang ada dekat pagar pesantren.
"Adek mana?"
"Nggak tahu, Mas. Kayaknya tadi masih ada."
"Jam berapa?"
"Habis subuh masih kok."
"Lha tadi kamu di mana kok sekarang nggak tahu?"
"Tadi aku masak sama Mbak Ufi. Aku deresan sebentar, habis itu teng dapur, Mas. Tapi, memang tadi Dek Niya nggak muncul sama sekali. Ya paling di pondok putri."
"Ya itu masih ditanyain sama Mbak Ufi."
"Aku sudah masak enak lo, Mas. Mau nggak aku suapin?" Dia mencipta senyum. Dia tidak menyadari bahwa tidak biasanya Niya tidak ada di ndalem sampai jam sembilan pagi seperti ini.
"Apa mungkin ke Darul Amin lagi?" pikirku.
Kukeluarkan hape. Tidak jadi. Kalau dia tidak ada di sana, nanti malah menjadi pertanyaan Mas Yazeed.
"Mas, kok bengong? Purun mboten (mau tidak)?"
"Niya biasanya jam segini di rumah. Ini sekarang dia ndak ada."
"Ummik dan Abah ziaroh. Apa mungkin ikut mereka?"
"Nggaklah. Ummik nggak bilang apa-apa."
"Eh, tapi kenapa nggeh, Mas, Ummik dari kemarin kok diem mulu. Gelisah ngoten (gitu)."
"Aku juga nggak tahu. Lha iya makanya itu. Niya sekarang di mana? Mbak Ufi mana ini lagi."
"Sudah tenang aja, Mas. Adek nggak ke mana-mana. Nah, mungkin keluar sama Kang Bimo. Kali aja dia tahu. Bentar nggeh tak panggilkan orange."
"Kang Bimo kan nganter Abah sama Ummik, Dek."
"Oh iya. Nggeh lupa lupa. Maaf."
Mbak Ufi datang. Setengah berlari.
"Mbak, gimana?"
"Tidak ada lo, Gus. Terus di mana ini Ning Tabriz sekarang?" Dia juga mendadak khawatir.
"Njenengan yakin di ndalem nggak ada?"
"Coba kamu cari."
Ulya melenggang. Dia tidak percaya aku sudah mencarinya ke seluruh ruangan.
"Gus, saya tanyakan ke arek-arek putra, ya. Siapa tahu ada yang tahu Ning Tabriz keluar ke mana gitu."
"Ya ya. Tanyain sana."
Dia berjingkat-jingkat ke masjid.
"Ke mana kamu?" batinku.