*POV Tsaniya Tabriz
"Selamat, Mbak Ufi. Bukan, eh, maksudku Ning Ufi Yasmina Madah."
"Ya Allah, jangan begitu to, Ning, Ning. Malu loo heeeeh," bisiknya. Masih dengan gaya khasnya yang agak heboh.
Hanya dengan aku memperhatikannya, aku tahu dia tengah berbahagia. Senyumnya tak habis-habis meski berkali-kali harus diberikan kepada tamu undangan yang memberikan ucapan selamat dan doa. Aku dan Mas Nizam sengaja tak segera pulang. Aku yang memintanya. Aku masih ingin berbincang-bincang dengan Mbak Ufi. Mas Nizam sendiri sekarang juga masih berbicara dengan Yazeed di depan mimbar pelaminan.
Mungkin agak sedikit kontras dengan mimik yang kudapati di wajah Yazeed. Air mukanya cenderung datar. Caranya menyapa tamu pun tak terlihat begitu riang. Mungkin malah agak sedikit segan. Tapi, aku melihatnya sedang berusaha memperlihatkan ekspresi sebaik mungkin. Dia bersikap begitu, mungkin karena belum mengenal siapa Mbak Ufi yang sebenarnya. Dia tidak akan percaya sekali pun aku memuji Mbak Ufi di depannya, kecuali jika nantinya dia sudah bisa menilai sendiri bahagia rasanya hidup bersama Mbak Ufi.
"Gimana pengganti arek ndalem-nya? Ummik cocok ndak?"
"Lumayan cocok. Cuma mungkin masih tiga minggu jalan, jadi ya Ummik kadang masih mengeluhkan kurang prigelnya. Katanya nggak sama kaya kamu, Mbak."
"Howalah. Maapin lo yo. Tadi aku ndak sempet minta maaf sama Ummik, Ning. Nitip salam ya buat Ummik. Aku pasti akan ke pondok lagi."
"Ya insyaallah."
"Gimana kuliahnya lancar juga kan?"
"Alhamdulillah. Lumayan menguras pikiran, sih. Tugas kuliah semester awal pasti numpuk. Belum lagi kalau pas barengan dengan ujian tasmi' ke Ummik. Giliran minta toleransi ke Mas Nizam, dia nggak mau. Walaupun aku istrinya, katanya tugas ya tetap tugas. Mungkin nilaiku sudah jelek itu pasti makulnya Mas Nizam."
"Bisa kebetulan begitu, ya, Ning diajar sama suami sendiri." Dia terkikik.
"Qadarullah. Padahal, aku malah nggak pengen. Arek-arek jadi tahu siapa sebenarnya aku. Percuma aku menyembunyikan identitas sebagai istrinya."
"Nggak nyangka Gus Nizam yang dulu nggak sampeyan suka, sekarang malah makin manis perlakuannya."
"Alhamdulillah. Rahasia Allah."
"Ngomong-ngomong...mmm...tapi, sepuntene lo."
"Apa, sih, Mbak?"
"Sudah anu belum?"
"Anu?"
"Iya anu."