Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #208

Rahasia Tuhan

*POV Tsaniya Tabriz


Juli.


Hari ini usiaku genap delapan belas tahun. Melihat orang-orang begitu bahagia merayakan pesta ulang tahun bersama dengan seluruh santri ini, kenapa aku merasa orang-orang menyimpan maksud yang dengan sengaja mereka sembunyikan. Untuk perayaan milad, sebetulnya aku tak mengharapkan dirayakan semeriah dan sesakral ini. Pondok putri dan pondok putri simak Alquran sejak ba'da subuh tadi. Dan, itu sengaja dirahasiakan dariku. Kak Ulya memberitahuku, kalau acara ini dikhususkan untukku. Tapi, hatiku malah menjadi masygul. Sungkan bercampur senang. Kak Ulya juga berkata, kalau sejujurnya ummik dan Mas Nizam mempunyai maksud tertentu selain merayakan ulang tahunku. Tapi, Kak Ulya enggan menjelaskan. Mungkinkah mereka mendoakanku agar aku dan Mas Nizam lekas diberikan keturunan?


Lima bulan sudah kami mengarungi bahtera rumah tangga tanpa tangis seorang putra yang manis. Selama lima bulan itulah aku sendiri terus menunggu setiap minggu kedua. Aku membeli banyak test-pack tanpa sepengetahuan orang-orang, termasuk Mas Nizam. Hingga saat ini, dia mungkin hanya tahu bahwa aku tetap bersikukuh pada keinginanku untuk tidak ingin mempunyai momongan terlebih dahulu. Tapi, ketahuilah hatiku tak sekeras itu, Mas. Melihatmu selalu memintaku untuk bersiap dengan wangi parfum yang kamu suka, memakai piyama bagus, dan dengan ikal rambut yang rapi di malam-malam minggu kedua, hatiku semakin terbuka untuk ikut berdoa kepada Allah, Mas. Tapi, bagaimana lagi kalau kehendak-Nya di luar keinginan kita berdua.


Kemarin malam aku baru mengecek ulang, tapi hasilnya kembali nihil. Kupikir hari ini datang bulanku akan datang, tapi ternyata siklus menstruasiku mundur lagi. Aku tak fokus mendengarkan ummik mengaji di mikrofon, ayalku melayang ke sembarang arah. Halaman Alquran yang seharusnya aku balik, kubiarkan tetap seperti semula. Kutoleh Kak Ulya yang fokus menyimak bacaan ummik. Kuperhatikan perutnya yang kian membuncit. Apakah aku sehat? Gusar.


Sekitar pukul empat sore, ba'da salat jamaah, puncak ulang tahunku dirayakan di ndalem. Santri-santri hanya digelarkan terpal di depan ndalem sembari menyanyikan lagu.


Mabruk alfa mabruk, 'alaika mabruk

Mabruk alfa mabruk, 'alaika mabruk

Yaumiladik mabruk


Mulai dari kue dan tumpeng, semuanya harus kupotong segera. Aku membagikannya kepada mereka orang-orang yang menyayangiku. Aku juga sempat menyuapi Mas Nizam di depan kamera yang sudah siap mengambil gambar.


Dia berbisik, "Makasih, Sayang. Terima kasih, Istriku."


Aku memberinya senyum. "Iya, Mas Nizam...ku."


Dia pun tersenyum lebar. Menampilkan sederet giginya.


"Ning, aku mau ngasih kabar ke kamu," bisik Mbak Ufi saat aku memberikan kue padanya.


"Apa?"


"Nanti aku ceritakan."


Aku mengajak Mbak Ufi ke kamar setelah dia ikut membersihkan dapur dan ruang tamu. Mas Nizam masih di luar berbincang-bincang dengan Yazeed.


"Gimana?"


Aku menyuruhnya duduk di ranjangku.


"Seperti yang sampeyan harapkan di hari pernikahanku waktu itu, Ning. Ingat kan?"


"Apa kamu sudah hamil?"


Dia mengangguk. Matanya berkaca-kaca. "Aku tahunya hari ini. Sebelum berangkat aku cek. Alhamdulillah. Sampeyan orang pertama yang aku beritahu."


"Selamat, ya. Semoga sehat selalu bayi dan ibunya."


Inilah yang aku harapkan. Yang aku tunggu-tunggu setelah pernikahan Yazeed. Tapi, kenapa hatiku justru terasa ngilu. Bagaimana denganku? Tak seharusnya aku merasa begini. Aku mencoba mengabaikannya kesedihanku.

Lihat selengkapnya