Gadis Merah

Andam Aulia
Chapter #12

Pembunuh yang Dikenal Semua Orang


Sebelum menemui Pak Mustofa, anak-anak memutuskan untuk makan siang dulu. Sebenarnya mendengar cerita Kiran dan Windy barusan menimbulkan efek lapar dua kali lipat. Satu karena mereka ketakutan, dan dua karena rasa penasaran mereka bertambah besar.

“Pokoknya kita udah dapet banyak banget info,” kata Petra sambil memakan nasi gorengnya dengan rakus.

“Masih nggak nyangka ya,” kata Juna, berkata hal yang sama untuk kesekian kalinya. Dia lalu meneruskan makan sambil terus menggelengkan kepala, kelihatan masih terlalu kaget dengan semua info yang barusan didengarnya.

“Ya udah, jadi semuanya aku masukin dalem naskah ya?” tanya Kiran sambil mengeluarkan buku catatannya.

“Atur aja,” balas Petra.

“Kita masih punya waktu Guys, jadi nggak perlu buru-buru juga kok Kir. Toh tinggal adegan akhir yang perlu kita ambil. Tiga hari lah minimal kelar. Abis itu tinggal diedit nah siap kirim deh,” kata Wendra.

“Sip. Kerja kita bagus.” Petra mengacungkan jempol. Dia terlihat sangat puas.

“Nggak nyangka ya, bisa seseru ini. Padahal aslinya kita cuma mau bikin film horor biasa doang kan?” kata Juna sambil menyeruput kuah soto terakhirnya.

“Iya. Eh omong-omong ada yang pernah ketemu hantu si Gadis Merah?” tanya Zevania tiba-tiba. Dia memandang semua orang.

Hampir semua anak langsung menggeleng. Salah satu anak kelas 3 menjawab.

“Nggak banyak sih yang udah bener-bener lihat dia, tapi setiap ada yang lihat langsung pada heboh,” katanya.

“Dia cuma muncul di kamar mandi yang ditutup itu kan?” tanya Mega dan anak kelas 3 tadi mengangguk.

“Iya, dan nggak banyak orang ke sana kan? Nekat amat kalo iya. Lagian buat apa juga nantang maut. Cuma tetep aja ada beberapa orang yang nyoba-nyoba masuk diem-diem, biasalah yang pada penasaran gitu. Nah dua tahun lalu ada yang kesurupan, terus ada dua cewek yang masuk ke kamar mandi gara-gara ditantang dan abis itu mereka keluar jerit-jerit habis itu pingsan. Biasanya hantu si Gadis Merah muncul di bilik tempat dia meninggal, tapi nggak jarang juga dia muncul di kaca,” jelasnya panjang lebar

“Waduh,” kata Juna lalu menelan ludah. Dia tahu penampakan di kaca memang hal yang udah umum terjadi.

“Oh iya memang aslinya dia kayak apa sih? Bener-bener serem gitu ya?” tanya Windy penasaran.

“Kan menurut cerita dia cantik, terus yang pernah ketemu dia bilang kalau wajahnya pucet gitu dan ada lingkaran merah kehitaman di lehernya, bekas tali buat gantung,” jawab Wendra. Dia mengaduk-aduk es kelapa mudanya, mencari daging kelapa yang tersisa.

“Oke sip itu serem. Terutama yang bagian bekas tali gantungan,” komentar Juna segera, kembali merasa parno.

“Terus dia dapet sebutan Gadis Merah gara-gara blazernya?” Saking Windy menanyakan hal yang udah jelas banget. Zevania langsung memutar bola matanya.

“Ya iyalah Win.”

“Emang dulu sekolah kita pake blazer merah ya?” tanya Juna heran. Dia baru tahu kalau sekolah mereka pernah punya jenis seragam yang beda. Petra mengangguk.

“Iya, yang model jadul terus pundaknya lebar itu lho. Cuma sejak tahun 1980-an udah nggak pernah dipakai lagi. Diganti sama rompi abu-abu sampe sekarang, katanya lebih simpel karena blazer lebih mahal,” jawabnya.

“Si Gadis Merah ya,” kata Kiran. Dia mengaduk-aduk es campurnya yang baru diseruput setengahnya sambil melamun.

“Kayak apa ya Miranda semasa hidup?” lanjutnya dalam hati. Tapi dia akan segera mengetahui jawabannya sebentar lagi.

***

Sepulang sekolah mereka melanjutkan rencana mereka. Tapi tidak semua anak menemui Pak Mustofa. Hanya Petra, Wendra, Kiran, Zevania, Windy dan Juna saja. Anak-anak kelas 3 ada tambahan jam pelajaran menjelang ujian akhir dan anak-anak kelas 1 sudah mulai wajib mengikuti ekskul.

“Tapi ntar cerita-cerita ya,” pinta Mega dan Petra mengangguk.

“Yoi pasti.”

Keenam anak itu lalu berjalan menuju tempat duduk Pak Mustofa yang biasa, di dekat pos satpam. Bapak tua itu tampak sedang mengobrol dengan Pak Ikhwan.

“Selamat siang Pak,” sapa Petra.

Pak Mustofa langsung menoleh.

“Siang.”

Wajahnya tampak heran. Biasanya tidak ada siswa yang berani menyapanya duluan karena dia sudah terkenal horor di seantero sekolah. Malah biasanya anak-anak akan langsung menghindarinya bila berpapasan dengannya.

Lihat selengkapnya