Setelah pulang sekolah anak-anak kembali berkumpul lagi, kali ini untuk melihat seluruh film secara lengkap setelah diedit dan digabungkan bagian-bagiannya menjadi satu. Mereka juga sekalian akan mengecek siapa tahu ada yang kurang sesuai. Batas waktu pengiriman tinggal tiga hari lagi. Anak kelas 1 yang bertugas mengedit rupanya menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari target waktu dan membuat keseluruhan proses pembuatan film jadi lebih cepat selesai juga.
“Woohoo!” seru Wendra sambil mengacungkan lengannya ke atas. Dia langsung lupa perasaan tidak enaknya tadi pagi gara-gara Petra.
“Nggak sabar!” seru Zevania antusias.
Semua anak langsung mengambil posisi duduk yang enak. Wendra lalu membantu menyambungkan laptop ke proyektor. Setelah itu semuanya langsung terdiam ketika film mulai diputar. Zevania dan Windy saling tersenyum. Sementara Wedra menggosok-gosok tangannya dengan antusias. Ketika judul berwarna merah dengan latar belakang gambar sekolah mereka yang berwarna sephia muncul semua anak langsung bersorak.
Misteri Si Gadis Merah
“Cakep!” seru Juna segera.
Setelah itu semua orang diam lagi, fokus menikmati jalannya cerita. Durasi film mereka tidak panjang, hanya 15 menit. Ketentuan film pendek yang dilombakan itu memang membuat film dengan durasi maksimal 15 menit. Semua orang terlihat larut dalam setiap adegan. Beberapa kali Zevania bahkan menjerit yang langsung mendapat seruan “huuu!” dari yang lain.
“Kan kamu yang jadi setannya Zev, kenapa malah jadi takut sendiri sih! Aneh banget,” seru Juna lalu tertawa. Zevania langsung memelototinya.
“Ya kali nggak kaget lihat hantunya yang seremnya kayak gitu. Mana adegan jumpscarenya banyak banget lagi,” balasnya membela diri.
“Zev kan penakut,” balas Wendra segera dengan seenaknya sendiri. Zevania langsung memelototinya.
“Kan lucu kalo kita yang bikin filmnya dan malah kita yang takut sendiri waktu nonton,” lanjut Juna usil lalu tertawa lagi.
“Kurang ajar Jun,” balas Zevania segera.
Setelah film selesai semua orang menghela nafas.
“Rasanya cepet banget kelarnya ya. Padahal kita proses syutingnya aja berkali-kali. Tapi padet ceritanya,” puji Windy sambil memandang Kiran lalu mengacungkan jempol. Kiran balas tersenyum dan balas mengacungkan jempolnya juga.
“Bagus! Editingnya juga halus banget. Semuanya oke,” puji Wendra segera setelah film selesai ditayangkan. Dia kelihatan puas banget. Anak kelas 1 yang bertugas di bagian editing lalu tersenyum lega.
“Syukur deh kalo nggak ngecewain.” Dia lalu tertawa puas.
“Aktingnya oke banget, terutama kak Zev,” komentar Mega. Mendengar hal itu Zevania langsung tersenyum lebar banget.
“Duh makasih,” katanya dengan nada dimanis-manisin.
“Dih jijik. Songong,” Wendra langsung melemparkan bantal kepadanya.
“Apaan sih!” protes Zevania, lalu balas melemparkan bantalnya yang langsung mengenai muka Wendra.
Anak-anak lain lalu saling berkomentar. Juna mengeluh malu dengan penampilannya yang kebanyakan menjerit dan Windy mengeluh di beberapa adegan makeup Zevania seperti mau luntur. Anehnya Petra tidak berkomentar apa-apa. Sebelum dan sesudah film diputar dia hanya diam. Saat menonton dia menggigit kukunya dengan serius, matanya tak pernah lepas dari layar. Anak-anak yang lainnya maklum, mereka tahu biasanya seorang sutradara yang paling kritis dengan keseluruhan hasil film.
“Nggak ada yang kurang kan?” tanya anak kelas 1 itu lagi sambil menunggu komentar Petra dengan cemas.
“Nggak ada sih kataku. Gimana Pet?” Malah Wendra yang menjawab dengan pedenya. Zevania langsung melempar bantal padanya lagi.