Gadis Neraka [Manusia] Laki-laki Malaikat

AniAliRes
Chapter #1

LURRA : MANUSIA DENGAN KEKUATANNYA

Dari arah belakang aku melihat sebuah api putih bercahaya yang sangat suci, sedangkan di depan aku dapat melihat api hitam yang sangat gelap dan mengerikan. Aku yang hanya manusia biasa hanya pasrah dengan tubuh yang sudah lemas, aku merasa ingin mati sekarang juga.

Beberapa waktu lalu...

Aku Gi Lurra, seorang manusia normal yang tidak biasa. Hari ini aku berjalan dengan gembira seperti biasa. Sesekali aku melompat-lompat sambil menghirup udara segar di pagi hari. 

"Selamat pagi kepada langit! Selamat pagi juga kepada semua makhluk hidup!" aku berteriak bahagia.

Tanpa memperdulikan orang-orang yang beraura negatif, aku berjalan dengan keadaan suka cita. 

'Dunia itu indah tetapi kalian tidak pernah menyadarinya karena terlena dengan masalah diri sendiri.'

Aku meninggalkan mereka yang memiliki aura hitam beserta teman-temannya. Mataku langsung berbinar ketika melihat seorang perempuan yang ku kenal dengan aura putih hangatnya.

"Kak Agraita!"

"Oh Lurra, selamat pagi!"

"Selamat pagi juga! Kak Agraita sedang apa?" aku menyapanya dengan semangat.

"Aku akan memberikan data tugas kepada guru." jawab Kak Agraita sambil memperlihatkan sebuah kertas di tangannya.

"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa!" aku melambaikan tanganku kepada Kak Agraita yang tersenyum.

"Sampai jumpa juga Lurra!"

Aku kembali melangkahkan kaki ke kelas. Di kelas masih ada beberapa anak saja yang datang. Aku menuju tempat dudukku yang nyaman.

"Hahh~" aku mendesah panjang. 

Tadi itu sudah cukup untuk perkenalan basa-basi sebagai anak laki-laki yang ceria. Baik, sekarang waktunya untuk tidur.

Hari Senin adalah hari yang buruk. Sedari tadi aku terus-terusan mendesah penuh kelesuan. Dengan membawa bantal kecil dari rumah dan mengambil selimut dari lemari buku di pojok kelas, aku melanjutkan tidurku seperti orang mati di lantai.

"Astaga, sepertinya aku menginjak mayat!" 

Aku terbangun ketika sebuah sepatu menginjak tubuhku.

"Lepaskan!"

Aku menggeliat malas ketika Dirua mulai menginjak selimutku.

"Selimutmu sangat usang hingga aku harus menyentuhnya dengan menggunakan kaki!"

"Hari Sabtu kemarin, aku baru saja mencucinya sampai bersih! Selimutnya juga baru dibeli!"

"Jika aku jadi dirimu, aku akan mengganti selimutnya setiap hari dengan yang baru. Ah, aku lupa jika dirimu itu miskin!"

Mendengar ucapan Dirua yang mulai semena-mena, aku langsung menendang tulang kering kakinya hingga dia kesakitan. Dirua sendiri adalah teman semejaku. Terkadang aura kuning terangnya membuatku kesal.

"Aku tidak miskin, bodoh! Kalau kau tidak ingin sahabatmu tidur seperti ini, belikanlah kasur untukku tidur di sekolah!"

"Baiklah," Dirua menjentikkan jarinya membuat tiga orang berpakaian seperti pelayan masuk, "Tolong belikan kasur yang mahal untuk-"

"Tidak usah!" aku langsung memotong ucapannya dengan buru-buru.

"Terserah kau." 

Dirua langsung menyuruh para pelayannya untuk pergi. Aku tiba-tiba merasa pusing padahal ini baru pagi di hari Senin. Beberapa murid terkadang menatap iri kepadaku karena mempunyai teman dengan kekayaan yang luar biasa dan tidak akan ragu untuk mengeluarkan uangnya, bahkan jika itu seharga 1.000.000.000.

"Jika kemalasan bisa ku beli maka aku akan menyuruhmu untuk membelinya." aku lagi-lagi mendesah dengan lesu.

"Melihatmu seperti itu membuatku malas juga."

"Kalau begitu ikutlah aku tidur!"

Dirua menatap selimutku sejenak, "Baiklah."

Aku terkadang heran bagaimana Dirua yang alergi dengan hal miskin dapat berteman dengan orang yang cukup sederhana. Dia bahkan dapat memakai barang atau memakan jajanan di pinggir jalan jika yang beli adalah aku.

Kami berdua tidur dengan tenang tanpa terganggu oleh Irarrea yang menendang pintu. Tunggu, Irarrea? Aku segera bangun ketika pintu dibuka sangat kasar olehnya.

Irarrea meludah, "Dasar hari yang tidak berguna!"

Aku menghembuskan napas panjang pada setiap kata-kata kotor yang dikatakan Irarrea. Dia pasti kesal karena ini adalah hari Senin karena paling menjauhi hari libur. Irrarea langsung menuju ke arah kami dengan wajah marah.

"Bodoh tidak berguna, bangunlah!"

Irarrea menendang-nendang Dirua yang masih tertidur.

"Berisik!"

Irarrea berdecak kesal, "Kau seperti bajing*n yang tertidur setelah meminum alkohol!"

Aku tidak mengerti mengapa kami dapat berteman. Dia terlalu kasar untuk seorang perempuan. Aura merahnya yang kuat memenuhi dirinya seperti biasa. Irarrea adalah orang yang temperamental dan suka mengumpat.

Dirua mau tidak mau harus bangun. Aku dengan sigap langsung membereskan selimutnya. Sepertinya aku akan mencuci lagi karena telah diinjak-injak oleh Dirua dan Irrarea. Seharusnya aku sadar jika melanjutkan tidur pagi di sini adalah tidak mungkin.

Selanjutnya hanya terdengar desahan malas dari Alferra, teman semeja Irarrea. Mungkin semua kemalasanku berasal dari dia. Alferra adalah orang yang penuh kelesuan, kemalasan, dan tanpa energi. Auranya hanya berubah sekitar warna coklat, abu-abu, dan hijau. Aku sedikit menyukainya karena dia adalah orang yang tenang dibandingkan kedua temanku yang lain.

"Aku ingin makan!" desah Alferra di tengah-tengah upacara bendera, "Aku pegal!"

Sesaat kemudian Alferra terjatuh dengan tangan yang masih hormat, dia terlalu malas untuk menurunkannya. Alferra tidak pingsan, dia hanya terjatuh karena terlalu malas untuk menopang kakinya agar tetap berdiri.

Alferra langsung dibawa oleh anak PMR yang berjaga, dia mungkin akan tertidur. Ketika menengok ke samping, aku dapat melihat Irarrea yang terus-terusan berdecak menahan kesal. Aku mulai iri dengan Dirua yang duduk di belakang karena kulitnya tidak bisa terlalu lama menahan panas. Kacamata selain kacamata minus dan topi dilarang untuk upacara, jadi, dia diperbolehkan duduk untuk mengikuti upacara. Aku menatap Dirua yang tersenyum mengejek sambil meminum minuman dingin.

'Sungguh hidupku yang buruk.'


"Apakah kamu tahu jika di kelas sebelah ada murid yang tiada?"

"Iya, aku juga mendengarnya."

"Tapi jika kalian tahu, di kelas itu juga ada adik dari dari murid di sana yang juga tiada."

"Lalu apa hubungannya?"

"Mereka mati di waktu yang sama. Bukankah itu mencurigakan? Dari yang dikatakan, kalau si Kakaknya merupakan teman dekat dari murid yang mati itu."

Aku sedari tadi memperhatikan anak-anak perempuan yang bergosip. Aku Gi Lurra, seorang anak yang tidak biasa karena diriku dapat melihat warna dari seseorang, bukan hanya dari aura saja tetapi dari setiap perkataan yang dikeluarkan orang tersebut juga.

Jika tentang perkataan seseorang, aku akan melihat warna putih pada setiap kata-kata kejujuran, dan warna hitam untuk kebohongan. Warna yang keluar dari mereka adalah putih. Aku mengetahui jika Kakak yang dimaksud adalah seorang perempuan yang sering ku lihat dengan aura hitam pekat, sedangkan temannya memiliki aura putih. Aku tidak ingin tahu apa yang terjadi, aku merasa tidak ada gunanya untuk mencampuri kehidupan orang lain.

Lihat selengkapnya