"Apakah kalian tidak ingin pulang ke tempat masing-masing sekarang?" ucapku ketika sudah di depan rumah.
"Tidak, saya akan terus mengikuti kamu."
"Memangnya ada apa?"
"Kalian ini...arghh!" aku mulai mengacak-acak rambut dengan frustasi.
"Lurra kenapa?"
"Apa kamu ingin mati sekarang juga?"
Aku lelah dengan Gehenna dan Angelus. Mulutku sangat capek untuk menjelaskan ini dan itu, tetapi mereka akan selalu mengulangi pertanyaan yang sama.
"Kalian masuk lewat jendela saja dan tunggu saja aku datang! Untuk Angelus, kamu tidak perlu meminta izin kepada Ibuku karena aku juga pemilik rumah ini."
Angelus langsung menyimpan ucapannya, "Saya mengerti."
Melihat Gehenna yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan bicara. Aku langsung menutup pintu dengan keras.
"Lurra, mengapa kamu menutup pintunya dengan kencang? Apa yang sedang membuatmu kesal di sekolah?" tanya Ibu yang sepertinya habis menyapu.
Aku tersenyum tipis, "Hanya lelah karena terlalu banyak mengerjakan tugas."
"Kalau begitu istirahatlah sekarang! Nanti Ibu akan membangunkanmu ketika kakak sudah pulang untuk makan malam."
"Baik Bu."
Saat memasuki kamar, aku langsung melempar tubuhku di kasur. Aku melihat Gehenna sudah duduk di kursi belajarku dan Angelus yang berdiri menungguku.
"Apa Lurra sedang lelah? Biasanya ketika saya sedang lelah, saya akan pergi jalan-jalan."
"Itu hanya membuatku bertambah lelah. Aku tidak mempunyai kekuatan seperti kalian."
"Manusia sangat lemah." gumam Gehenna.
"Gehenna,"
Aku menggeliat ke kanan dan ke kiri. Tanpa sadar tadi aku tertidur. Ketika terbangun, aku melihat Gehenna tetap setia duduk di tempatnya.
"Angelus...tunggu di mana dia?"
Otakku yang belum sempurna bekerja langsung terkejut ketika keberadaan Angelus tidak ada. Seharusnya dia berdiri dan lalu akan tersenyum ketika dia bangun. Sungguh aku takut ditinggal berdua dengan Gehenna. Aku tidak akan tahu apa yang akan dia lakukan kepadaku.
"Dia pergi,"
"Pergi ke mana?!"
"Tidak beberapa lama setelah kamu tertidur, kami melihat Ibumu sedang bergosip dengan manusia yang di samping rumahmu. Manusia itu mengatakan jika di pasar ada seorang anak yang hilang dan sampai sekarang belum ditemukan. Mendengar hal itu, sudah dipastikan jika pelayan setia Tuhan akan mencari anak tersebut."
"Astaga, lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Diam saja. Nanti dia akan kembali juga."
Setelah itu, keheningan menyelimuti kami berdua. Ini benar-benar canggung. Apalagi Gehenna terus menatapku dan tidak memalingkan matanya sama sekali, ekspresinya yang datar membuat suasana semakin tegang.
"Kalau begitu aku akan mandi." aku menggaruk rambutku yang tidak gatal, "Mari kita menanti kedatangan Angelus."
"Kamu sepertinya tidak nyaman dengan keberadaan kami. Tetapi mengapa kamu ingin menunggu Angelus?"
"Aku juga tidak tahu."
Sesungguhnya aku benar-benar tidak tahu. Aku sudah beradaptasi dengan keberadaan mereka, bahkan aku sudah terbiasa dengan keberadaan dua aura besar yang saling bertolak belakang. Tetapi secara bersamaan aku merasa tidak nyaman dengan mereka yang selalu mengikutiku. Apakah ini karena aku takut dengan Gehenna makanya aku menunggu Angelus?
"Lurra, mari makan malam!"
"Iya,"
Matahari sudah terbenam tetapi Angelus belum pulang juga. Apakah dia tersesat? Tidak, itu tidak mungkin. Dia adalah malaikat.
"Ini!" aku memberikan sebuah piring kepada Gehenna, "Aku tahu kamu mungkin merasa aneh dengan memakannya."
Ibu hari ini memasak sop wortel. Aku setengah mati untuk mengambil sisa sop yang tersisa di dapur tanpa ketahuan oleh yang lain. Jika ketahuan mereka akan menatapku aneh, aku bukan orang yang rakus tentang makanan.
"Mengapa Angelus belum pulang juga?"
Gehenna tidak menjawab apapun. Dia memakan sop tersebut dengan tenang, padahal aku khawatir jika dia tidak akan memakannya.
"Baiklah, jika sampai satu jam ini dia tidak datang juga, aku akan mencarinya!"
Benar saja, sudah satu jam berlalu Angelus belum datang juga. Mau tidak mau aku harus mencarinya.
'Sekarang aku seperti seorang ayah yang sibuk mencari anaknya yang hilang.'
"Kamu ingin ke mana?" Kak Skia menyapaku ketika aku membuka pintu rumah.
"Aku ingin jajan. Apa kakak ingin menitip sesuatu?"
"Hmm," Kak Skia terlihat berpikir, "Belikan aku es krim rasa stroberi!"
"Baiklah."
Di luar aku sudah melihat Gehenna berdiri menungguku. Wajahnya tampak bersinar di bawah langit malam.