Gadis Pelarian

Rosidawati
Chapter #1

#1

Bukannya Aini tak sayang pada ibunya. Bukan pula sampai hati meninggalkan perempuan yang melahirkannya dua puluh tahun lalu. Rasa cinta serta hormat yang ada pada kedua orang tuanya, tidak harus melupakan upaya setiap manusia untuk melanjutkan hidup.

"Karena sesungguhnya setiap manusia itu berhak untuk membela keselamatannya," kata kata itu pernah diucapkan ibunya, "Terlebih dalam rahim Ibu ada kamu, Nak..."

Kisah perjuangan ibunya untuk hidup demi dirinya sangatlah besar. Aini tak mau mengecewakan ibunya.

     "Pergilah Nak...cepat selamatkan di..rimu...cari ayahmu supaya Ibu tenang..." itu pesan terakhir ibunya dalam sekarat dengan perut berlumur darah. Beberapa detik kemudian perempuan penyabar itu meregang nyawa. 

     .."Ibuuu..." tangis Aini pilu mendekap ibunyaTak sampai satu detik derap kaki kuda. Ia tahu ada beberapa kuda yang mendekati gubuknya. Terdengar suara ledakan peluru menembus bilik gubuknya.

     Aini terkesiap. Jantungnya serasa mau lepas. Itu artinya ia harus cepat meninggalkan gubuknya serta ibunya yang tergeletak. Ada bimbang melanda selayaknya orang meninggal diurus dengan baik. Tapi ada waktu lagi dirinya pun diambang bahaya. 

"Maafkan aku tak bisa mengurus jenazahmu, Ibu, karena hidup harus diperjuangkan, " gumam batin.Aini dengan kesedihan luar biasa. Semoga ada orang baik.yang mengubur.jasad.ibunya dengan baik, harapnya.

    Dengan sangat terpaksa, dengan hati lebur ditinggalkan gubuk bersama jasad ibunya. Linangan air mata, serta tangis tertahan, hingga dadanya serasa mau meledak menampung derita yang menggumpal, mengirinya kabur lewat pintu belakang lalu berlari ke lereng bukit yang rimbun oleh pepohonan.

     Lolong anjing hutan sahut menyahut menambah ketercekaman suasana tengah malam di lereng bukit yang gelap, karena sinar bulan terhalang oleh rimbunnya daun pohon yang berjejer tinggi. Aini meringkuk di tanah yang melengkung. Tubuhnya ditimbuni daun daun kering dan basah. Hingga tubuh ramping itu berada di bawah selimut kumpulan daun kering dan basah itu. Bagai vampir di siang hari, takut seluruh tubuhnya kesakitan karena melepuh oleh sengat matahari, bergelung dibawah tumpukan daun, di lengkung tanah. 

     Puluhan nyamuk berebut menyelusup dari celah daun menggigit bagian tubuhnya. Gatal campur pedas bekas gigitan nyamuk terasa panas. Lolong anjing terus menerus terdengar,membuat suasana semaki menyeramkan.

     Aini tak berani bergerak. Selain lengkung tanah yang menampung tubuhnya sempit, ia pun khawatir jika bergerak daun daun yang menutup tubuhnya berserakan, hingga akan membuat nyamuk semakin berpesta pora mengisap darahnya. Perasaannya juga dirambati rasa cemas dan sedih yang dalam. Bukan karena takut  dimangsa anjing liar atau serigala. Ia sudah terbiasa menjelajahlerrng bukit yang menyerupai hutan ini. Mencari ranting patah berserakan. Kemudian dibawa pulang untuk dijadikan bahan bakar di tungku memasak. Tapi yang membuat perasaannya cemas, karena separuh hatinya tertinggal di rumahnya. Kepikiran jenazah ibunya tak ada yang mengurus. 

Lihat selengkapnya