Buat kekasihku tersayang
di taman impian
Salam cintaku untukmu ....
Kekasihku, bersama surat ini kusertakan sekotak kerinduanku padamu. Kerinduanku yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata, dengan isyarat, atau dengan segala bentuk bahasa yang ada di dunia. Karena rinduku padamu bukan cuma soal kata-kata, bukan sekedar ungkapan, pun bukan hanya masalah pertemuan. Tak ada kekasihku, tak ‘kan pernah ada kata yang tepat untuk menjelaskan semua itu bukan? Tapi aku yakin, Engkau tentu mengerti perasaanku dan telah lama paham tentang semua itu, sekalipun tak pernah ada kata yang keluar diantara kita untuk menjelaskan semuanya.
Permata jiwaku, dalam tiap lantun doaku tak lupa kurangkai harap untuk segala kemudahan dan kebaikan untukmu. Semoga kebahagiaan mendekap erat engkau yang jauh di sana dalam penantianmu. Bulir kesabaran dan kepercayaan itu pun senantiasa kuharap darimu. Kesabaran menungguku kembali dan kepercayaan mimpi-mimpi kita segera terwujudkan. Maafkan aku yang hingga kini belum bisa melukis tiap mimpi kita di alam nyata.
Masih ingatkah engkau, kekasihku? Di langit mimpi orang-orang menulis cerita, refleksi kisah-kisah kita dengan alur ketidakjelasan dan setting taman kerinduan kita akan senyuman. Padahal, disanalah tempat kita mengukir harapan-harapan dan menyusun petak-petak cinta kita. Tapi orang-orang selalu membenamkannya ke kolong waktu. Kita pun dipaksa merangkai kelopak bunga kehidupan di atas mimbar jiwa dengan hati kita yang luka dan merajutnya dengan benang akar-akar kelu dan jarum duri-duri pilu.
Ah, tahu apa orang-orang tentang kita. Selamanya mereka hanya bisa mencemooh dan menghina. Mengeluarkan segala kata kasar dan umpatan belaka. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain semua itu. Pun mereka tak ‘kan pernah bisa memahami kita, karena hati mereka terlalu kelam. Hati yang selalu dipenuhi dengan kebencian dan kecemburuuan.
Iya, kekasihku. Mereka selalu cemburu pada kita dan semua kebahagiaan kita. Aku juga tahu, mereka iri dengan langit mimpi kita yang terlalu indah dan sempurna. Mereka iri dengan keberanian kita akan semua mimpi-mimpi itu. Mereka selalu iri, karena hanya untuk bermimpi saja mereka tak pernah berani. Mereka selalu jadi pecundang, bahkan untuk mengakui mimpi-mimpi sendiri saja mereka tak pernah punya keberanian.