Gadis Pembuka Dua Dunia

Majarani
Chapter #2

Buku Misterius

"Take care," ujar ayah menatapku yang menyusun barang bawaan untuk pergi berkemah.

"Ayolah, Ayah, aku hanya berkemah, bukan pergi ke medan perang," godaku.

"Itulah, ayah akan lebih baik jika kau pergi ke rumah suamimu dari pada ke tempat belantara seperti ini," katanya membuatku ingin mencubit pipinya seperti biasa.

Sayag, bawaanku sangat banyak jadi tak bisa melakukannya.

"Doakan aku, supaya menemukan jodoh di tempat ini," candaku dengan tawa yang jahil.

Dia hanya mengangguk dan memeluk. Aku tahu, dia sangat ingin melihatku menikah, hanya saja, aku ini bukan wanita idaman para lelaki masa kini. Mereka menyukai wanita yang modern, yang bisa berdansa di tempat hiburan malam, atau bisa dicium ketika kencan, bahkan bisa ditiduri saat hari valentine.

Oh, tidak. Aku tidak bisa membayangkan diriku berganti pasangan dan melakukan hal itu semua. Menjalin cinta dengan ini, melakukannya. Kemudian putus, dan punya pacar baru, juga melakukan hal tadi. Itu mengerikan.

Aku hanya berharap hanya ada satu pria yang benar-benar mencintaiku dan menerimaku apa adanya. Segala kekuranganku, yang tak betah di keramaian. Introvert, itulah orang-orang menyebutnya.

"Kau sudah dipanggil, ayah akan menjemputmu lagi nanti." Pria sabar itu mengecup keningku dan melambaikan tangan, kembali ke parkiran. Sementara aku berjalan ke bagian registrasi untuk mengecek namaku di sana. 

Terdaftar.

Aku mendapatkan ID card, booklet dan juga nomor tenda yang telah disediakan.

Rata-rata, mereka datang dengan teman atau saudara. Hanya aku yang berjalan sendirian mencari tenda dengan nomor 171. Beberapa orang juga menoleh padaku yang mungkin heran karena tidak ada temannya.

Sekarang, aku berdiri di depan tenda dengan nomor 171. Terlihat ada lima orang gadis di sana.

"Hai, aku memiliki nomor tenda 171," sapaku pada mereka yang tengah mengobrol.

Mereka menoleh, menatapku dan tersenyum.

"Hai, ayo masuk," kata salah satu dari mereka. 

"Siapa namamu?" tanya yang satunya.

"Namaku Shayrana," jawabku sembari mengulurkan tangan.

"Aku Jill, ini Eve, Sarah, Sonali, dan Kiara," ujar gadis yang bernama Jill.

"Berapa usiamu? Maaf, sepertinya lebih dewasa dari kami?" tanyanya gadis bernama Sarah.

"Ah, ya. Usiaku sudah dua puluh lima tahun," jawabku percaya diri.

"Wow, dewasa. Kami masih kuliah dan baru berusia sembilan belas dan dua puluh tahun."

"AKu bisa lihat itu, kalian masih sangat manis," jawabku sambil menaruh tas dan beberapa alat.

"Tidak apa Shayrana, kami senang satu tenda dengan gadis dewasa, siapa tahu kamu bisa membimbing kami," ujar Jill tersenyum.

"Ini kemah pertamaku," jawabku cepat.

"Ah, sama," ujar Jill dan Sonali serta Kiara. Sementara Eve dan Sarah sudah sering mengikuti kemah. 

Jill, Sonali dan Kiara adalah teman kampus, begitu juga Sarah dan Eve, tapi dari kampus yang berbeda. Hanya aku yang sendiri di sini.

Sebuah pengumuman terdengar, semua peserta diharapkan berkumpul untuk diberikan arahan. Kami berlarian ke lapangan di tengah-tengah kumpulan tenda dan berbaris seperti anak sekolah atau anak kuliah. 

Ini lucu untukku, karena aku memang paling dewasa di sini.

Selama di barisan aku paling belakang, dan di belakangku adalah tim pria. Aku sempat menoleh ke sana, ada banyak anak muda yang masih belia, tapi ada juga yang dewasa sepertiku. 

Namun, aku segera memandang lagi ke depan karena mereka mulai memperhatikanku. Mungkin karena aku terlihat dewasa. 

Setelah breafing, kami diminta kembali ke tenda. Menyiapkan segala keperluan untuk acara api unggun nanti malam. 

Aku dan lima temanku kembali mengobrol, mereka menanyakan alasanku ikut berkemah. Kukatan, aku ingin melakukan sesuatu yang berbeda sebelum akhirnya menikah nanti. 

"Nanti malam tiap regu diminta untuk menyumbangkan talenta, apa yang akan kita tampilkan?" tanya Jill.

Lihat selengkapnya