Aroma kopi dan sebuah pemandangan indah adalah paduan sempurna untuk mengawali hari. Gadis yang setiap pagi ia nantikan turun dari mobil sedan hitam, kemudian melambaikan tangan. Senyum ceria itu yang selalu dinanti Adam, indah, karena walau dipandang dari lantai tiga gedung, pesonanya seakan terpancar menembus jendela kaca yang dibiarkan terbuka.
Namanya Rainy Ningrum, salah satu staf keuangan. Adam hafal betul, karena tepat setahun yang lalu, ia mewawancarai sang gadis ketika melamar kerja. Selama itu pula, pemuda tiga puluh lima tahun itu menyimpan hasrat di dalam dada. Niat untuk kenal lebih dekat dengan Rainy pun diurungkan, setelah Adam mengetahui lelaki yang kerap mengantar-jemput si gadis berhijab adalah calon suaminya.
Sepuluh menit, waktu yang dibutuhkan Adam untuk terpaku ke arah jendela kala pagi, selalu, selama lima hari kerja. Kesibukan tugas selanjutnya mengambil alih perhatian pria bertubuh jangkung itu. Semua harus dipastikan berjalan dengan baik oleh Adam, produksi, cash flow, juga pemasaran.
Adam mempersilakan masuk seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Tampak pria berkacamata mengangguk sungkan.
"Ya, ada perlu apa, Pak Hans?" tanya Adam kepada manager keuangan itu.
"Kami, bagian keuangan minta izin pulang lebih awal, Pak, karena orangtua salah satu staf meninggal, kami hendak melayat."
Adam mengangkat alis, "Orangtua siapa, Pak?"
"Rainy, kedua orang tuanya meninggal bersamaan akibat kecelakaan," terang Hans.
Adam tersentak kaget, "Kapan kejadiannya?"
"Tiga jam lalu Rainy mendapat kabar dan sudah saya izinkan pulang, Pak."
"Baiklah, silakan. Nanti saya menyusul."
Segera setelah memeriksa beberapa laporan, Adam menuju ke rumah Rainy untuk bertakziah. Ia turut serta mengantar jenazah kedua orang tua pegawainya itu ke tempat peristirahatan terakhir.
Matahari senja yang mulai menampakkan warna lembayung terasa tak secantik biasanya bagi Rainy. Semua seakan gelap, karena orang terkasihnya telah pergi. Di depan dua pusara, sang gadis bersimpuh penuh kesedihan. Tangis Rainy kembali pecah, pilu seakan mengepung sukmanya. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana bisa menjalani hari-hari ke depan. Kedua orangtua adalah kehidupan bagi gadis penyayang itu.
Kerabat dan teman satu persatu meninggalkannya yang seolah tidak mau beranjak. Farrel, sang calon suami, dengan setia tetap berada di samping Rainy. Berkali-kali ia mengusap pundak sang kekasih, berharap bisa mengurangi sakitnya kedukaan.
Segala lara yang dirasa Rainy tersambung ke hati pemilik sepasang mata yang kini berkaca-kaca. Adam menyeka sudut mata, ia teringat ketika dua tahun lalu sang ayah berpulang. Terbayang olehnya rasa sedih dan kehilangan yang dirasakan sang gadis dambaan. Meskipun sedikit berat, karena melihat lelaki yang terus menyentuh gadis yang disukainya, Adam tetap menghampiri perempuan pemilik wajah tirus itu, lantas mengucapkan bela sungkawa, menguatkan dan memanjatkan doa-doa.
*****
Berada di ruang tamu rumah mewah ini terasa bagai medan perang yang mencekam bagi Rainy. Martha dan Anwar memandang sang gadis dengan tatapan menghakimi, sedangkan Farrel cemas dengan pembelaan yang akan terucap dari bibir sang calon istri.
"Maafkan saya dan kedua orangtua saya. Sebelum mereka meninggal, kami sudah berniat untuk membicarakan hal itu dengan Papi dan Mami," kata Rainy tanpa berani mengangkat wajahnya.
"Halah, alasan. Kamu memang akan menipu kami sekeluarga dengan tidak mengatakan asal-usulmu yang sebenarnya dan sekarang malah meminta agar keluarga kandungmu hadir di pernikahan. Saya pribadi sangat membenci kebohongan, lebih baik kalian berpisah saja, daripada kami sekeluarga ikut menanggung malu akibat kebohonganmu." Suara Martha, calon mertua Rainy menggelegar ke semua penjuru ruangan.
"Mam, ga bisa gitu dong." Farrel memelas.
"Benar kata Mami, jalan terbaik adalah kalian berpisah, reputasi keluarga adalah hal terpenting bagi kita, Farrel. Semua bisnis Papi berjalan dengan lancar karenanya," ujar Anwar tenang.
Air mata kini tak lagi bisa dibendung oleh Rainy. Ia pikir semua akan berjalan sesuai dengan harapan, karena selama ini kedua orangtua Farrel baik-baik saja. Manusia tidak pernah tahu apa yang sebenarnya ada di hati manusia lain.
Sejak awal, Anwar dan Martha menentang hubungan putra bungsu mereka. Namun, karena Farrel yang ngotot dan menunjukkan kesungguhan, akhirnya mereka memberi restu. Belakangan, keluarga Farrel baru mengetahui, jika Rainy adalah anak angkat. Keluarga angkat Rainy yang hidup sederhana saja sudah timpang kedudukannya bagi mereka, apalagi keluarga kandung Rainy yang hanya buruh tani di desa.