Semerbak bau kopi Arabica memenuhi penciumannya, ada harapan yang ia bisikkan di dalam hati, 'Semoga saja benar gadis itu sudah putus dari pacarnya. Gadis berhijab yang datang bersama sinar matahari pagi, semoga kamu jodohku.'
Adam kembali menyesap kopi hitam yang sedari tadi setia menemaninya menatap ke luar jendela. Rasa cinta di dada terkadang membuat sebuah harapan, entah itu baik atau buruk, tetapi jodoh sepenuhnya sudah diatur Sang Maha Penyayang. Dia sungguh mengerti apa yang terbaik bagi setiap hamba.
Rainy menyapa ramah Adam yang sudah bersiap di depan komputernya. Lantas ia membuka catatan apa saja yang harus dikerjakan kemudian.
"Rainy, kamu sudah sarapan?" tanya Adam. Entah dorongan dari mana tiba-tiba ia yang biasa akan asyik tenggelam dalam tumpukan susunan laporan, menghampiri dan duduk di samping gadis yang kini mengenakan hijab berwarna pastel.
"Sudah, Pak," jawab Rainy sedikit canggung.
Atasannya yang satu ini dikenal pendiam dan suka memberi kritikan tajam pada setiap pekerjaan.
"Saya belum sarapan, ga enak makan sendiri. Makan sandwich sama saya, ya?" Adam menyodorkan roti isi yang dibelinya tadi.
Agak ragu Rainy menerima roti itu, sebenarnya tadi ia hanya meminum segelas susu dan sepotong cookies sebelum berangkat ke kantor. Sarapan yang jauh berbeda dari ketika sang ibu masih ada. Rasa makanan yang dimasak sendiri atau yang biasa ia beli tidak seperti buatan ibunya, sehingga membuat sang gadis enggan bersantap.
Mereka berdua kembali ke depan komputer masing-masing setelah memakan sandwich bersama. Ternyata sang atasan tidak sekaku yang Rainy kira.
Di sela-sela pekerjaannya, Adam mencuri pandang. Mata dan senyum Rainy sangat memukau dari dekat, membuat rasa cinta semakin kentara. Dorongan ingin memiliki pun makin teguh di lubuk hati lelaki itu, setidaknya dalam waktu dekat ini sang gadis harus tahu jika Adam memiliki rasa cinta untuknya. Tak peduli apa yang kemudian terjadi.
Sebuah pesan dikirim Adam kepada Hans, berisi beberapa nominal uang yang harus dibayarkan kepada supplier bahan baku. Dua jam kemudian, Adam sudah menerima laporan dan bukti pembayaran dari transaksi yang ia perintahkan. Pemuda itu dengan teliti memeriksa kembali, kemudian ia menyadari ada satu nominal yang salah.
Sebelum meminta penjelasan Hans, Adam kembali memeriksa pesan yang dikirim sebelumnya. Ternyata ia ketinggalan satu angka ketika mengetik jumlah uang yang harus ditransfer. Pengiriman uang pun dikoreksi dan segala memo yang merepotkan harus diisi kemudian. Getaran aneh bak candu, debaran yang kini berubah jadi menyenangkan kala bertatap dan bercakap sungguh menurunkan fokus.
"Pak, ini bukti transfer yang sudah dikoreksi," ujar Hans ketika menghadap Adam.
"Baik, terima kasih, Pak Hans."
"Pak Adam mungkin sebaiknya liburan dulu, tumben salah ketik." Hans yang biasa mendapat kritikan tajam dari Adam tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk membalas.