Gadis Pesantren

Fitria Sawardi
Chapter #1

Sebuah Awalan

Aku sungguh belum mampu menerjemahkan seluruh ekspresi yang berhasil menguasai pikiran yang bersedu-sedu. Melampaui batas kemampuan atas ketidak-akuran kehidupan nyata dengan hati yang terlanjur membelenggu. Tidak sedikit pun bisa kulewati dengan sempurna, sehingga aku belum bisa paham betul budaya pesantren yang senantiasa menyelubungi segenap perasaan. Yang jelas hadir dalam benakku sekarang ini adalah aku tidak ingin menyatu dalam kehidupan yang orang-orang juga hidup di dalamnya agar aku tidak bisa menyentuh dunia pesantren lebih dalam. Cukup raga saja yang tersiksa karena bertolak belakang dengan prinsip hidupku, namun tidak dengan hatiku. Ia akan berpegang teguh sebagaimana waktu membawa pada dunia masa depan.

Maka melalui ekspresi penolakan, cukup membuatku bisa melampiaskan sebuah rindu. Rindu pada harapan yang sudah lama menunggu. Membiarkan aku menjelajahi kehidupan yang sebenarnya tidak pernah mereka tuju. Aku percaya pada waktu: yang akan memberikan kesadaran pada mereka yang salah kaprah terhadap kepercayaan yang sudah membeku. Tentang tradisi perjodohan yang cukup merenggut asas kesucian cinta. Bukankah semua orang mendapatkan jatah fitrah cinta? Dimana seyogyannya cinta itu dipelihara kesuciannya dengan sebuah pernikahan. Bukan perjodohan tanpa cinta.

Demi mendapatkan keberkahan cinta, aku ingin keluar dari zona yang tercipta sejak lahir, yakni zona pesantren. Lantas masuk dalam ruang dimana sejenis dengan zonaku tidak bisa menjangkaunya. Agar aku bisa menciptakan tradisi baru yang lebih ramah terhadap cinta serta hormat terhadap pendidikan umum. Dengan bekal jiwaku_yang kuakui sendiri masih labil, aku menyimpan baik-baik keinginan dan harapan yang sudah rapi tertulis dalam benakku yang paling dalam. Dan sebelum menutup dengan munajat, izinkan aku menyampaikan sebuah kalimat:

"Pesantren, aku menghormatimu, namun maafkan aku yang tidak bisa mencintaimu dengan segenap ruhku! Tapi jangan khawatir, aku tak akan pernah menyalahkanmu. Ini adalah salahku. Aku percaya bahwa sebagian tradisi yang berjalan cukup berdampak baik terhadap kehidupan penghunimu, namun karena secuil tradisi yang tak berkompromi dengan hatiku, telah menutup mataku untuk melihat semua kebaikanmu. Sekali lagi, maafkan aku!" Doaku hari ini: Semoga tingkahku tidak merusak citramu, juga citra pesantren-pesantren lainnya.

Dari pemilik hati yang sedang gundah: Sofia.

Lihat selengkapnya