Gadis Pesantren

Fitria Sawardi
Chapter #5

Lomba Musik

Pagi ini sangat cerah. Sinar matahari menembus kaca jendela ruang guru. Gorden dibiarkan terbuka lebar, menyisakan kaca yang bersenang ria saat disentuh sinar matahari. Lantainya sudah terlihat bersih, tampaknya pak Office Boy sudah lebih pagi membersihkan lantai, menyapu, kemudian mengepelnya. Semua penghuni ruangan itu berkonsentrasi di meja masing-masing. Ada yang mempersiapkan bahan pembelajaran, ada yang mengoreksi lembar kerja siswa, ada yang berdiskusi tentang media pembelajaran. Tidak ada yang benar-benar menganggur di ruang guru. Pak Farhan, sibuk merapikan berkas-berkas yang entah seberapa pentingnya dokumen itu. Fariha mewakili anggota band menuju ruang guru untuk menemui Pak Farhan, mendiskusikan tentang persiapan keberangkaatn lomba. Selaku pembina OSIS, Pak Farhan menjadi penyambung lidah dengan wakil kepala sekolah (WAKA) kesiswaan untuk mengurusi hal yang bersifat kesiswaan, termasuk dalam urusan lomba-lomba. Lomba band dilaksanakan esok hari di Semarang, namun peserta dari luar kota harus berangkat hari ini, termasuk anggota band Fariha, perjalanan dari Pati ke Semarang membutuhkan waktu lama. Panitia akan menyediakan akomodasi berupa hotel, sebagai tempat menginap khusus peserta dari luar kota. Datang satu hari sebelum lomba digelar, memberikan keuntungan bagi peserta lomba. Yakni mendapatkan jatah istirahat sehingga bisa lebih tampil saat lomba dimulai.

Hasil diskusi antara WAKA kesiswaan dan Pak Farhan; peserta akan diantar menggunakan mobil sekolah. Pak Farhan sendiri yang akan menyupiri mobil sekolah. Selain anggota band, ada satu perwakilan OSIS untuk menemani. Awalnya Pak Farhan menunjuk ketua OSIS, namun karena minggu-minggu ini mempersiapkan kegiatan classmeeting, akhirnya ketua OSIS diminta untuk fokus menghandle anggotanya untuk mempersiapkan kegiatan classmeeting. Kemudian Pak Farhan menunjuk salah satu anggota OSIS divisi humas, perwakilan dari ketua OSIS. Dan yang terpilih adalah Sofia, ia merupakan anggota humas dalam kepengurusan OSIS tahun ini, yang akan menemani anggota band dalam rangka mengikuti lomba musik di Semarang.

Semua anggota band sudah mendapatkan izin dari orang tua masing-masing, termasuk Fariha_sudah mendapatkan izin dari pesantren. Menyisakan Sofia. Karena baru hari ini dikabarkan bahwa ia harus ikut mendampingi lomba. Pak Farhan yang memiliki tanggung jawab terhadap keberlangsungan lomba, mendatangi sendiri kediaman kiai di pondok pesantren, bersamaan dengan surat resmi dari sekolah. Dengan tutur bahasa jawa halus, Pak Farhan memohon izin pada kiai. Dengan alasan yang kuat, perizinan itu pun selesai. Sofia merasa beruntung sekali bisa diizinkan untuk menemani peserta lomba, biasanya sulit bagi santri untuk keluar pesantren kalau bukan untuk urusan pesantren. Atau karena Sofia merupakan keturunan pesantren, sehingga lebih mudah dalam hal perizinan? Atau karena yang menyampaikan permohonan izin adalah seorang guru, yang dipercaya mampu menjaga dan bertanggung jawab atas kepergian Sofia. Ah, entahlah. Itu bukan persoalan penting yang harus dibahas bagi Sofia. Yang penting sekarang, ia sudah mendapatkan kartu hijau untuk pergi ke Semarang.

Sampai di kota dimana lomba dilaksanakan. Rombongan band sekolah disambut oleh panitia yang menggunakan identitas dengan dikalungkan di lehernya, kemudian rombongan itu diarahkan ke lobi untuk menemui resepsionis. Perempuan cantik, dengan postur tubuh yang ideal, menyambut rombongan peserta lomba dengan ramah, kemudian memeriksa berkas dan barang-barang bawaan. Pak Farhan mengurusi segala hal yang berbau administrasi. Setelah semua persyaratan lengkap melewati proses verifikasi dan dinyatakan lolos administrasi, mereka diberi kunci kamar hotel. Pihak panitia sangat rapi mengatur akomodasi peserta lomba. Kerjasama yang baik antara pihak penyelenggara lomba dan pemilik hotel, turut menyumbang keberlangsungan lomba berjalan lancar. Para peserta disambut dengan sangat ramah oleh resepsionis hotel. Tak perlu lagi mengantre untuk mengambil kunci, para peserta lomba langsung menuju lorong, menjajaki pintu yang sesuai dengan nomor kamar yang telah dibagikan. Satu kunci kamar digunakan untuk dua orang. Pak Farhan mulai membagi kamarnya; Aris satu kamar dengan Rafi, Brian dengan Billy, Pak Farhan satu kamar sendiri. Setelah berbincang panjang, Sofia mengalah, tidur di kamar sendirian, membiarkan Fariha dan Firda tidur satu kamar, agar bisa latihan dan konsentrasi dalam mempersiapkan lomba. Sebenarnya, panitia lomba hanya menyediakan empat kamar untuk rombongan Pak Farhan. Tiga kamar untuk peserta lomba dan satu kamar untuk pembimbing lomba. Tiga kamar sudah diisi oleh peserta lomba, satu kamar pembimbing digunakan sendiri oleh Pak Farhan. Walaupun jenis kamar hotel ini terdiri dari dua tempat tidur dalam setiap kamar, tidak mungkin kamar pembimbing bisa ditempati oleh Pak Farhan dan Sofia demi menghemat pengeluaran. Dan untuk itulah, Pak Farhan mengeluarkan uang untuk menambah satu kamar, tentunya menggunakan uang sekolah. Kamar itu untuk ditempati Sofia. Setelah sepakat, mereka memasuki kamar masing-masing.

Kamar hotel dibalut stiker bermotif bunga-bunga, memberikan pemandangan yang indah dan tampak sangat mewah. Lebih mewah daripada kamar Sofia di ndalem Madura. Padahal kamar Sofia sudah bisa dikatakan kamar paling mewah yang pernah ada. Para khodimah pesantren juga mengakuinya. Sofia merapikan baju, kemudian meletakkannya di lemari berwarna abu-abu yang tampak elegan. Telepon berdering di samping kasur saat Sofia hendak menyeruput teh kedua kalinya. Ia bergegas mengangkat gagang telepon hotel itu. Suara dibalik telepon sudah dikenal oleh Sofia, tapi yang menjadi pertanyaan, ada apa Billy menelepon Sofia melalui telepon internal itu?

“Lagi sibuk kah?” Tanya Billy basa-basi. Dari suaranya, terdengar ragu, hingga menciptakan suasana kaku.

“Nggak.” Sofia menjawab pelan. Singkat. Padat. Kebingungan sedang melanda hatinya, namun ia berhasil menyembunyikannya dari Billy.

“Ke taman depan ya!” Pinta Billy.

Sofia meng'iya'kan. Sebelum bertemu, ia beradu wajah di depan kaca. Memperhatikan dirinya apakah sudah cantik atau tidak. Kali ini ia benar-benar merasa dag-dig-dug. Senang karena akan bertemu dengan Billy tapi juga ada rasa takut menyelimuti perasaannya.

Di taman, Billy sudah menunggu dengan dua cangkir teh berdiri di meja bundar. Satu cangkir untuknya, satu cangkir yang lain memang sengaja dihidangkan untuk Sofia. Dengan memberanikan diri, Sofia menyapa Billy yang kelihatannya sedang berusaha duduk santai, sembari memperhatikan gerak-gerik Sofia yang mulai mendekat. Demi menghilangkan suasana tegang, Billy menyemburkan senyum manis, membuat hati Sofia tambah berbunga-bunga. Lalu mempersilakan duduk. Keduanya saling bertatap. Burung pun tahu, bahwa dua remaja itu sedang ingin berlama-lama dalam memandang. Tidak ingin berkedip barang sedetik pun. Sofia sudah menaruh hati pada pemilik mata yang dipandangnya, begitu pula dengan Billy. Berharap agar momen ini bisa berlangsung lama.

“Ehem...” Billy kebingungan. Lalu memperbaiki posisi duduknya.

Lihat selengkapnya