Dua hari meninggalkan kegiatan sekolah dan pesantren, Sofia mendapatkan telepon dari orang tuanya . Mengabarkan ia akan dijemput untuk mengunjungi keluarga di Bangkalan_yang juga mempunyai pondok pesantren. Selama di Madura, Sofia hanya ikut satu kali ke Bangkalan, itu pun waktu ia masih belum umur 5 tahun. Jadi ia tidak ingat persis nama-nama anggota keluarga yang ada di Bangkalan. Walaupun satu pulau, orang tua Sofia jarang berkunjung pada saudaranya yang satu ini. Dan keluarga pesantren Bangkalan juga hampir jarang berkunjung ke pesantren Sumenep. Saking sibuknya dengan kegiatan masing-masing di pesantren. Kalau tidak begitu penting, mereka tidak saling berkunjung karena sibuk dengan dakwah. Tapi mereka seringkali memiliki kesempatan bersua dalam beberapa acara yang sama, dengan tempat berbeda-beda. Seperti bebepa bulan yang lalu, mereka bertemu dalam acara pernikahan salah satu putra pesantren di Pamekasan.
Keluarga kiai adalah sosok yang menjadi panutan masyarakat, sehingga berdakwah merupakan jalan yang dapat menjadikan masyarakat mendapatkan ilmu keagamaan. Karena banyak dari mereka yang masih awam dengan ilmu agama. Misalnya, saat wudu hanya mengutamakan amalan yang wajib saja. Tidak turut mengambil kesunnahannya. Maka sebagai tokoh agama di pulau tersebut, kiai merasa memiliki tanggung jawab meluruskan dengan cara dan trik masing-masing. Yang dikemas dalam kegiatan pengajian umum.
Orang tua Sofia hendak pergi ke Bangkalan karena keponakan laki-laki dari abahnya akan melangsungkan pernikahan. Sudah dapat ditebak, pernikahan itu merupakan hasil dari perjodohan dari orang tua masing-masing. Tidak menghiraukan bagaimana perasaan pasangan itu; senang atau tidak. Yang dipikirkan orang tuanya adalah mendapatkan keturunan yang saleh dan salehah dari sesama keturunan pesantren, yang akan menjadi penerus sesepuhnya kelak. Dalam benak Sofia menyelipkan doa: "semoga saja pernikahan ini disukai oleh kedua mempelai." Sungguh malang nasib keduanya bila dilangsungkan dengan terpaksa. Kalau sudah begitu, pasti akan menjadi pernikahan yang hampa. Tidak akan ada kebahagiaan tanpa adanya cinta. Tapi begitulah hidup, tidak ada yang perlu disalahkan. Ada yang lahir dari keluarga kiai ingin menjadi keluarga biasa. Ada yang lahir dari keluarga biasa ingin menjadi keluarga kiai. Kebahagiaan harus tercipta agar nikmat hidup lebih terasa. Untuk menciptakan sebuah kebahagiaan, tidak lain dengan cara bersyukur pada Sang Pemilik Semesta.
Sofia menghadirkan banyak alasan agak tidak ikut serta orang tuanya. Selama perbincangan di telefon, ia menjawab dengan malas. Kehadirannya dalam acara tersebut tidak begitu diperhitungkan, lagi-lagi Sofia memberi alasan. Berbagai alasan yang disampaikan, tidak lain karena tidak ingin menggagalkan rencananya untuk segera bertemu dengan teman-temannya di sekolah, termasuk Billy.. Namun, orang tuanya terus memberi kalimat provokatif agar Sofia mau ikut serta. Kepada Sofia dijelaskan, bahwa orang tuanya ingin agar ia bisa kenal baik dengan saudara abah dan ummahnya. Dan jarang-jarang ia dan keluarganya bisa berkunjung ke sanak famili kecuali ada hal penting. Sebagai hadiahnya, Sofia akan diajak jalan-jalan ke tempat wisata di Malang setelah selesai acara pernikahan. Setelah melakukan pertimbangan, Sofia kemudian 'mengiyakan' ajakan itu, dengan sebuah syarat yang ia ajukan. Ia akan ikut ke Bangkalan asalkan Fariha_ teman akrab di pesantren dan sekolahnya, boleh ikut serta. Ia merasa bosan kalau tidak ada teman sepantaran, yang menemani perjalanan jauhnya.
Sofia bercerita panjang pada ummahnya tentang Fariha. Ia adalah teman di pesantren dan sekolah, teman dekat yang paling peduli dan peka. Fariha adalah teman yang baik sehingga menjadi akrab dengan Sofia. Akhirnya ummahnya pun meng‘iya’kan. Fariha bisa ikut bersamanya.
Mobil Avanza berwarna putih dengan gagahnya masuk ke lingkungan pesantren Pati. Semua santri yang kebetulan mengambil air minum di halaman depan, menunduk serentak. Menghormati tamu yang mulai turun dari daun pintu mobil. Begitulah yang menjadi kebiasaan santri, takzim pada guru_dan orang yang memiliki hubungan dengan guru, agar mendapatkan barokah dan ilmu yang bermanfaat.
Semua mata memandang pada Sofia yang tengah menyalami sosok tamu laki-laki dan perempuan paruh baya yang baru saja turun dari mobil. Para santri yang mencuri pandang itu pun heran. Karena Sofia yang merupakan santri pesantren ini terlihat begitu akrab dengannya. Para santri baru bisa menebak bahwa Sofia merupakan putri dari tamu itu setelah keduanya mencium pipi Sofia.
Tamu itu disambut oleh keluarga pesantren, kemudian dipersilakan duduk di ruang tamu. Mereka terlihat akrab satu sama lain. Menyadarkan para santri bahwa tamu itu ada hubungan dekat dengan keluarga pesantren. Para santri kemudian berjalan setengah menunduk, melewati samping ruang tamu sambil sedikit melirik pada orang-orang yang ada di ruang tamu, di sana juga ada Sofia yang tengah duduk menemani perbincangan itu.
Para santri yang baru saja menyaksikan Sofia bersama keluarga pesantren, membeberkan berita pada santri yang lainnya. Bahwa Sofia adalah putri dari kiai yang mempunyai pondok pesantren. Kabar itu kemudian menyebar ke kamar-kamar, melebihi kecepatan angin yang mendesir bebas di udara.
“Jadi Sofia itu anak kiai, yah?” Salah satu santri menyeletuk. Seperti tidak percaya, karena kalau dilihat dari penampilannya, Sofia terlihat seperti santri biasa. Walaupun wajahnya terlihat cantik, tapi cantiknya itu alami tanpa polesan bedak. Juga, tidak ada sesuatu pun yang menunjukkan bahwa ia keturunan kiai.