Adanya ulangan harian membuat Sofia sibuk belajar seharian. Ia belajar bersama teman-teman di kelasnya. Berdiskusi dengan teman-teman kelas sebelum ulangan dimulai. Bahkan Sofia dibantu Arif. Membahas soal bersama setelah dikerjakan. Arif yang menulis soal dan cara pengerjaan di papan tulis. Sedangkan Sofia berdiri di depan mengarahkan teman-temannya untuk memerhatikan apa yang dikerjakan Arif. Sofia memberi penjelasan selama proses mengerjakan soal di papan tulis. Para siswa yang menginginkan nilai maksimal dalam ulangannnya, memasang wajah dengan serius. Mendengarkan dengan seksama pada orang yang sedang menjelaskan di depan. Suasana berubah serius. Tidak ada suara candaan. Hampir semua siswa fokus pada suara pembahasan soal itu. Walau ada beberapa siswa yang tampak malas, namun tak memecahkan suasana serius itu.
“Thanks ya untuk kerja sama hari ini.” Arif mulai akrab dengan Sofia. Benaknya berkata; sejak satu kelas, baru kali ini ia berani berbicara hangat pada Sofia.
“Okay.” Sofia menyemburkan senyum, mengembangkan pipinya dengan sangat manis. Ekspresi itu memperlihatkan wajah cantiknya yang terlihat semakin cantik. Sungguh elok kala dipandang.
“Sebagai tanda kesuksesan program kita, bolehkan aku traktir makan hari ini?” Arif semakin berani saja mendekati Sofia.
“Boleh.” Keduanya kemudian menuju kantin sekolah.
Walaupun Arif berhasil dekat dengan Sofia, namun cara komunikasinya masih terdengar kaku. Yang dibahas hanya pelajaran dan pelajaran. Tidak ada perbincangan yang menyenangkan menurut anak remaja biasanya. Untungnya yang diajak bicara adalah anak yang juga mempunyai motivasi belajar lumayan tinggi, sehingga perbincangan itu masih bisa dikatakan nyambung.
Alasan Sofia menerima tawaran Arif, salah satunya karena ingin memanas-manasi Billy agar cemburu saat melihat Sofia dan Arif makan berdua. Dan saat rasa cemburu itu tumbuh dalam diri Billy tentu ia akan menghampiri Sofia. Saat momen itu tiba. Saat dimana Billy dan Sofia saling bertatap, suasana berubah menjadi serius. Dan saat suasana serius itu tercipta, maka segala kata-kata akan mudah masuk ke telinga. Di saat itu, Sofia akan memulai aksinya. Memberikan penjelasan yang panjang. Tentang perasaannya selama ini. Tentang cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan. Bahwa ternyata, selama ini ia juga menyukai Billy. Dengan diam-diam. Dan ia juga menegaskan, bahwa tidak ada satu lelaki pun yang berhasil menempati kalbunya, selain Billy.
Sedari tadi, Sofia sangat menunggu sosok yang diharapkan datang ke kantin. Saat Arif masih mengantre pesanan makanan yang sudah dipilih, Sofia menoleh ke segala arah. Berharap sosok yang ditunggu memunculkan batang hidungnya. Sampai detik menjadi menit, Sofia masih belum juga menemukan wajah Billy berkeliaran di kantin. Pikirannya menganalisa, apa mungkin Billy sudah ke kantin dan kehadirannya terlewat dari pandangan Sofia? Setelah mengingat kembali, bahwa Sofia menuju kantin lebih awal, ia menganggap analisanya salah. Ia meyakini bahwa Billy masih belum ke kantin. Ia akan terus menunggu.
“Kamu sebenarnya bisa loh mendapatkan rangking satu. Daya tangkapmu pada pelajaran lebih cepat dari pada aku.” Arif mengakui kecerdasan Sofia, sekaligus menyadarkan temannya agar meraih prestasi yang lebih bagus.
“Ah, tidak juga.” Sofia mencoba untuk mengelak. Menjawab seadanya. Sementara pikirannya masih tertuju pada Billy.
“Aku serius.” Arif meyakinkan Sofia dengan antusias. Sampai-sampai kedua alisnya terangkat dari posisi biasanya. Matanya sedikit melotot pada Sofia. Tapi tak lantas membuat Sofia tergugah. Ia justru menunjukkan wajah enteng, mengisyaratkan bahwa 'rangking' itu tidak penting baginya.
“Aku tidak mau kamu ada saingannya.” Sofia mencoba bercanda. Nilai tinggi bukan satu-satunya penentu kesuksesan. Di samping ia memang tidak terlalu berambisi untuk meraih prestasi rangking satu di kelas, pikirannya juga terpecah. Fokus belajarnya berubah. Semenjak sosok Billy mencabik-cabik konsentrasi belajarnya. Dengan kondisi saat ini, yang penting bisa mengerjakan dan mengikuti pelajaran dengan baik itu sudah cukup bagi Sofia. Tak perlu ada prestasi. Sofia memang diberi kecerdasan yang lebih. Mudah mengingat pelajaran dengan baik, sedangkan Arif harus belajar secara rutin agar pelajaran melekat di pikirannya. Andai Sofia mau lebih rajin seperti Arif, pasti akan meraih rangking satu di kelas.
Setelah putus asa. Karena yang ditunggu-tunggu tak kunjung terlihat, akhirnya Sofia mengajak Arif menuju kelas dengan menyimpan wajah sangat kecewa. Kenapa sulit sekali bertemu Billy, saat Sofia memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya.
Saat pulang sekolah, Sofia sudah lebih dulu keluar kelas, menuju depan ruang kelas Fariha. Sofia menunggu beberapa menit. Saat yang ditunggu sudah muncul dari mulut pintu, Sofia segera mencegat dengan menarik ujung jilbab temannya.
“Fariha, aku mau bicara.” Sofia mengajak temannya duduk di kursi depan kelas, mereka tidak terganggu dengan siswa yang baru keluar dan berlalu lalang.