Gadis Pesantren

Fitria Sawardi
Chapter #15

Memohon pada Ummi

Di sebuah taman depan pesantren, bu nyai duduk sambil menikmati pemandangan bunga-bunga yang sudah mekar dengan indahnya. Paduan warna menambahkan kesempurnaan dari keindahan itu. Bu nyai melihat arus air yang mengalir di kolam ikan. Ada beragam ikan di dalamnya. Ekornya menari-nari lemah gemulai. Walaupun berbeda jenis ikan, mereka masih terlihat akur. Tidak ada ikan yang memangsa satu sama lain.

“Ummi, aku menyukai gadis yang ada di pesantren ini.” Fatih menghampiri umminya yang duduk santai di kursi taman. Mengganggu konsentrasi dalam menikmati pemandangan depan pesantren.

“Gadis yang mana?” Bu nyai memastikan, karena di pesantren banyak santri putri yang mungkin_bu nyai tidak begitu hafal satu per satu nama-nama santrinya.

“Gadis yang sedang menggeluti desain dan jahit.” Raut wajah Fatih terlihat serius, namun masih kelihatan seperti anak yang merengek minta jajan pada ibunya. Fatih masih menunjukkan jiwa seorang anak pada umminya. Fatih memang terlihat dewasa, namun di mata umminya, ia masih seorang anak yang dulu, anak yang masih kecil yang selalu ingin dimanja.

“Sofia. Oh iya?” Umminya kaget dengan ciri-ciri gadis yang disebutkan Fatih.

“Aku ingin menikahinya, Ummi.” Fatih semakin menujukkan wajahnya yang serius. Umminya tidak langsung merespon, namun diam sambil mengelus wajah anaknya.

“Nanti saya bicarakan dulu dengan abimu.” Sang ummi mengelus punggung putranya, merasa senang karena putranya sudah berpikiran dewasa dengan keputusannya untuk menikah. Namun ummi juga memikirkan putranya yang sebentar lagi akan meninggalkannya dengan membina rumah tangga yang baru. Ummi pasti akan merasakan rindu yang berat pada putranya itu. Rasanya baru sebentar anaknya berada di dekapannya. Karena Fatih menempuh pendidikan agama dengan mengambil jurusan Islamic Stuides di Leiden, Belanda. Umminya sudah melewati rindu terberat saat Fatih kuliah di Belanda. Sekarang harus ditinggalkan lagi, dengan membina keluarga baru. Namun ummi, tidak menutup kesadaran, bahwa memang seperti inilah roda kehidupan. Berputar sesuai dengan waktu dan arah yang pasti.

Entah kerasukan apa, sehingga Fatih memberanikan diri mengungkapkan perasaannya pada umminya. Pernikahan, biasanya menjadi persoalan yang sulit bagi para lelaki, baik untuk memulainya, maupun mengajukan lamaran dan keseriusan pada orang tua perempuan, tapi beda dengan Fatih. Ia cukup punya banyak keberanian untuk mengungkapkan hal itu. Perasaan cintanya seimbang dengan keberanian dan keseriusan untuk memasuki gerbang pernikahan.

Persoalan cinta sebenarnya termasuk persoalan yang sulit untuk dibahas. Tidak ada yang bisa menjelaskan cinta secara pasti, karena cinta sebenarnya tidak pernah bisa dinalar dengan akal sehat. Ada yang bertemu lama, tapi tidak pernah jatuh cinta. Ada yang berjumpa sekejap, namun sudah menaruh cinta. Ada juga yang sudah lama bertemu dan saling jatuh cinta. Fatih termasuk salah satu kategori berjumpa sebentar dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Bagaimana cara menjelaskan cinta itu sendiri, sungguh tidak bisa dipresentasikan layaknya pemateri dalam menyampaikan seminar. Cinta itu memang unik, memberikan keindahan dan kebahagiaan, namun juga memberikan kehancuran dan kesedihan.

Fatih. Pikirannya cukup matang. Wawasannya luas. Saat kedewasaan menancap kuat dalam tubuhnya, sebuah cinta hinggap dengan tenang. Cinta yang tumbuh dalam dirinya datang di waktu yang tepat. Karena, ia sudah cukup waktu untuk menyambut cinta itu dalam bahtera rumah tangga. Ia tidak lagi terhalang waktu untuk menunda pernikahan. Tapi kondisinya berbeda dengan Sofia. Ia perempuan yang enggan melepas masa remajanya. Kedewasaan belum bisa masuk dalam dirinya. Karena selama masa remaja, ia belum cukup puas menjalani. Banyak kesedihan yang berseliweran dalam perasaannya. Hingga ia masih ingin menjalani masa remaja yang panjang. Sampai ia bisa menikmati masa-masa remaja yang indah. Sebagaimana yang pernah ia dengar dari alam. Bahwa masa yang paling indah adalah masa remaja. Dimana anak remaja bisa bereskpresi sesuka hati. Melakukan banyak eksplorasi. Hari-harinya senantiasa diisi dengan canda tawa.

Dengan perbedaan usia dan kedewasaan yang tidak imbang, akan kah menelurkan pernikahan bahagia? Tidak ada yang bisa menjamin. Andaikan logika diberi kesempatan untuk berbicara. Sepasang kekasih yang tidak memiliki kecocokan di awal, akan berujung pada pernikahan yang hambar. Hingga tak jarang hantu perceraian menghancurkan sebuah pernikahan. Tapi sebagaimana yang sering dijumpai, cinta lebih sering mengalahkan logika. Itu sebabnya, orang yang sedang jatuh cinta kadang bahasanya tidak bisa dipahami. Cara berpikirnya tak bisa diikuti. Itu bukan karena ia egois, namun karena logika itu tak bisa menjamah kekuasaan cinta. Bagaimana pun adanya, logika dan cinta akan selalu menjadi pembahasaan dari waktu ke waktu.

Dengan cinta yang dimiliki Fatih. Dengan keputusan yang sudah terlanjur ia ambil. Ia siap menerima segala konsekuensi yang ada. Logika tak bisa menjamah cara berpikir Fatih sampai mengambil keputusan untuk menikahi seorang gadis. Gadis yang ia sendiri belum yakin apakah memiliki perasaan yang sama dengannya. Cinta mengalahkan logikanya. Logikanya yang tajam. Logika yang sering ia gunakan untuk kepentingan akademik saat di belanda. Ia sama sekali tidak takut dengan ekspresi gadis sasarannya. Dalam dirinya menyimpan rasa yakin, ia akan mengarungi bahtera rumah tangga dengan bahagia. Apabila Sofia memiliki perasaan yang sama dengannya, itu adalah sebuah keberuntungan. Dan ia akan sangat bersyukur karena cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, bila gadis itu sama sekali tak memiliki perasaan dengannya, maka berbagai macam usaha akan ia lakukan untuk menciptakan rasa cinta. Cinta yang tumbuh dari gadis itu untuknya.

***

Lihat selengkapnya