Gadis Pesantren

Fitria Sawardi
Chapter #16

Wisuda Kelulusan

Waktu berjalan begitu cepat bagi Sofia. Tidak terasa kalau ia sudah melewati studi SMA selama 3 tahun. Sepertinya baru kemarin ia menginjakkan kaki di sekolah SMA, sekarang sudah mau lulus. Mungkin kesibukan dalam desain-mendesain dan jahit-menjahit terlalu membuat Sofia enjoy sehingga seiring dengan berjalannya waktu, tidak terasa sudah melewati masa-masa SMAnya tanpa beban, tanpa kepikiran Billy. Hingga tidak menutup kemungkinan bagi Sofia untuk menikmati kelulusan dengan kebahagiaan. Sebentar lagi, Sofia akan melanjutkan studinya di kampus. Ia akan memilih jurusan muatan lokal bidang seni rupa dan budaya Indonesia. Sofia sangat menginginkan kuliah. Berdasarkan cerita kakak kelasnya, kuliah itu menyenangkan. Akan banyak pengalaman yang didapatkan. Bergaul dengan teman sebaya memberikan banyak warna kehidupan. Ada banyak perbedaan dari masing-masing teman, namun mereka akan menanggapinya dengan pendapat dan sikap yang lebih dewasa. Sehingga, jarang sekali ditemukan pertengkaran antara satu dengan yang lainnya, tidak seperti di bangku sekolah.

Kuliah itu asyik, bisa nongkrong bersama teman. Ikut banyak organisasi atau komunitas yang diinginkan sehingga dapat mengasah skil yang diminati. Juga membangun kemampuan bersosialisasi dengan baik. Kuliah itu bikin ketagihan, ada banyak tugas yang diberikan dosen, namun itu menjadi suatu hal yang menantang bagi mahasiswa.

***

Demi menghadiri acara wisuda kelulusan, keluarga Sofia berangkat ke Pati dua hari sebelum acara wisuda digelar. Sebenarnya keluarga Sofia sudah berencana untuk menginap di hotel dekat sekolah, namun keluarga pesantren_yang ditempati Sofia, menelepon dan meminta keluarga Sofia untuk bermalam di pesantren. Sekalian bu nyai menunjukkan pada keluarga Sofia tentang perkembangan putrinya dalam desain dan jahitnya. Keluarga Sofia bisa melihat kamar putrinya yang telah disediakan keluarga pesantren, kamar yang dipenuhi dengan karya desain baju yang menggantung dengan indahnya di penjuru tembok kamar.

Keluarga Sofia beristirahat di kamar ruang tamu, yang sudah dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi dalam, AC, springbed, meja belajar (moroja’ah kitab), dan tempat salat yang dihampar dengan karpet lembut berbahan bulu yang sangat halus. Keluarga Sofia bisa salat di kamar atau ikut berjamaah dengan keluarga pesantren. Abah Sofia ikut salat bersama jamaah laki-laki. Sedangkan ummah Sofia ikut serta salat dengan Sofia yang diimami bu nyai. Kamar Sofia agak jauh dengan ruang tamu yang sekarang ditempati keluarganya sendiri, sehingga Sofia harus melewati tembok terbuka yang ditutup dengan kain berwarna keemasan. Kamar Sofia lebih dekat dengan kamar pelayan pesantren. Usai salat, ummah Sofia membuntuti putrinya menuju kamar. Ummah Sofia terperangah melihat karya putrinya yang luar biasa. Kamar ini tentunya sangat berharga bagi Sofia untuk mengeksplorasi pikirannya agar menelurkan karya.

***

“Sofia, dimana bajuku yang sudah kau janjikan?” Fatih dengan santainya menagih baju yang kapan hari minta untuk dibuatkan.

“Tidak ada baju untuk kamu.” Sofia menyilangkan kedua tangannya di pinggang sambil memberikan tatapan sinis, mengalihkan dengan lirikan yang sangat tajam.

“Gitu ya, tak bilang ummi kalau begitu.” Fatih membalikkan badannya dari arah Sofia, untuk menuju ke kamar umminya.

“Eh, iya. Aku ambilkan!” Sofia yang dari tadi berdiri di daun pintu, segera menuju kamarnya untuk mengambil baju yang diminta Fatih. Sofia terpaksa menuruti permintaan Fatih karena sungkan pada bu nyai.

“Ini!” Fatih masih menunggu setia di depan, Sofia lantas memberikan baju yang telah dijahitnya. Sebenarnya ia tidak mau membuatkan baju untuk Fatih. Diakui atau tidak, pada setiap detik proses pembuatan baju itu, Sofia mengomel sendiri karena kesal pada orang yang memaksanya untuk dibuatkan. Kalau saja ia tidak sungkan pada bu nyai, tidak mungkin baju itu selesai.

“Tidak sekalian disetrika?” Fatih menimang-nimang baju yang diberikan Sofia, masih nampak kusut.

“Setrika sendiri!” Sofia mulai terpancing emosinya. Rasanya ia ingin melempar Fatih dengan mesin jahit yang ada di kamarnya. Menurutnya, ia adalah lelaki paling menyebalkan yang pernah ditemui Sofia. Sudah dibuatkan baju itu sudah untung. Dasar lelaki tidak tahu bersyukur.

“Okay, tidak usah marah.” Fatih masih melemparkan senyumnya. Senyuman yang dimaksud untuk menggoda Sofia yang kelihatan sangat kesal. Tanpa pamit, Sofia langsung menuju kamarnya, meninggalkan Fatih.

Lihat selengkapnya