Sembari menunggu hasil pendapatan dari mobil yang dirental, Fatih juga melakukan MoU dengan beberapa perusahaan. Dua bulan terakhir ini, perusahaan rental mobil mulai sepi pelanggan. Pemasukan pada Fatih juga tidak sebanyak bulan-bulan sebelumnya. Dengan hasil evaluasi ini, tidak mungkin ia bisa mengandalkan penyewa harian di perusahaan yang belum tentu akan menyewa setiap hari. Itu belum dipotong oleh perusahaan sebagai penyelenggara yang mengoperasikan mobil rental. Mungkin hanya sedikit yang bisa ditabung. Atau tidak sama sekali.
Fatih sudah mengirimkan proposal ke beberapa perusahaan untuk bekerja sama. Dari beberapa perusahaan yang dikirimi proposal, hanya ada satu perusahaan yang tertarik dengan tawarannya. Fatih akhirnya dipanggil ke perusahaan elektronik, ia bertemu langsung dengan direkturnya yang cantik dan masih muda.
Perusahaan yang memanggil Fatih ini terkenal bagus. Terkenal dengan manajemen yang tertib. Tidak heran jika perusahaan ini maju. Banyak yang menginginkan untuk mengisi sebagai karyawan di dalamnya.
“Selamat siang!” Fatih mengatupkan kedua telapak tangan bagian dalam, sebagai tanda sapa dan penghormatan.
“Selamat siang!” Direktur yang duduk di kursi yang berputar itu, langsung berdiri menyambut Fatih. Sementara satpam yang sedari tadi menunjukkan arah untuk Fatih, kembali ke pos depan.
“Perkenalkan, nama saya Fatih.” Fatih lagi-lagi menghindar untuk bersalaman dan bersentuhan dengan lawan jenis. Telapak tangannya ditelungkupkan persis di depan dadanya.
“Fatih Al Ghifari, kan?” Direktur itu menebak, sembari menyemburkan senyum.
“Iya.” Fatih heran. Wajahnya masih menyimpan tanya, kenapa perempuan di depannya itu bisa tahu nama panjangnya. Padahal, jarang orang yang tahu nama panjang Fatih, saking terbiasanya dengan panggilan Fatih. Atau mungkin, perempuan itu punya anak yang diberi nama yang sama dengannya sehingga bisa saja menebak.
“Ratna.” Perempuan itu mengenalkan diri. Menghormati Fatih dengan tidak bersalaman dengan bersentuhan tangan.
“Sebenarnya, maksud kedatangan saya ,,,” Fatih memulai pembicaraan inti, namun perempuan di sampingnya memotong pembicaraannya.
“Apa kamu tidak mengenalku?” Direktur cantik itu menyela.
“Sepetinya tidak.” Fatih melihat wajah perempuan itu sambil mengingat-ingat.
“Aku teman kelasmu waktu SMA, yang dulu satu bangku dengan Kartika.” Ratna menggiring pikiran Fatih untuk kembali mengingat masa SMA.
“Oh iya, berarti kamu Ratna yang dulu jago matematika!” Fatih langsung ingat dengan temannya itu.
“Ah, tidak juga. Kamu lebih jago matematika.” Ratna tidak mau dibilang jago, karena jika dibandingkan dengan Fatih, tentunya prestasinya masih kalah jauh.
“Rupanya aku tertipu dengan penampilanmu.” Fatih hampir tidak bisa mengenali temannya yang memang berubah drastis. Ratna yang sekarang berbeda dengan Ratna yang dulu. Sekarang wajahnya dipolesi make up dengan penampilan yang sangat rapi. Sementara dulu, wajahnya terlihat kusam karena tidak ada sedikit pun kosmetik yang menempel di wajahnya. Juga tidak pernah memakai seragam dengan rapi. Jangankan menyetrika baju, memakai dasi sekolah pun sangat jarang.
Keduanya tertawa. Suasana yang awalnya terlihat kaku sekarang menjadi cair. Seperti suasana non formal. Dan keakraban itu muncul setelah keduanya mengenang masa lalunya.
“Bagaimana ceritanya kamu bisa kerja di sini dengan menduduki jabatan penting?” Fatih penasaran dengan perjalanan temannya. Bisa menjadi orang sukses seperti sekarang.