Gadis Pesantren

Fitria Sawardi
Chapter #27

Belajar Membatik

Fatih berdiskusi pada istri tentang bisnis kontrak sewa mobil ke perusahaan Ratna. Dan yang dipikirkan Fatih saat ini adalah dari mana ia mendapatkan uang untuk membeli mobil terbaru. Sedangkan perusahaan meminta dua mobil sekaligus untuk disewa. Tabungan mereka tidak mungkin cukup untuk menambah mobil baru.

Setelah lama berbincang dengan istrinya, akhirnya ia punya ide untuk meminjam pada orang tuanya. Dengan berat hati sekaligus menahan rasa malu, Fatih menelepon abinya untuk meminjam uang. Fatih diarahkan untuk menemui salah satu santri abinya yang saat ini tinggal dan berkarir di Bangkalan. Bersama istrinya, Fatih berangkat ke Bangkalan dengan naik kereta. Setelah sampai di Surabaya, mereka dijemput oleh sopir pesantren Bangkalan. Rupanya abi Fatih mengabari abah Sofia bahwa anaknya akan ke Bangkalan. Mengetahui itu, Abah Sofia meminta tolong pada keluarga pesantren di Bangkalan untuk kebutuhan antar jemput. Andai tidak ada yang menjemput, Fatih dan Sofia akan naik angkot menuju Tanjung Perak, kemudian menaiki kapal sampai di pelabuhan Kamal. Kemudian harus ikut angkot lagi untuk menuju tempat tujuan, itu sungguh memakan waktu di perjalanan.

Dengan adanya bantuan dari keluarga pesantren Bangkalan, memudahkan perjalanan Fatih dan Sofia. Mereka langsung menuju tempat yang telah diarahkan oleh Abi Fatih. Sopir yang mengantarkan pasangan suami istri itu bersikap takzim, karena yakin bahwa orang yang ada di mobil itu merupakan keluarga pesantren sehingga wajib bagi sopir_sebagai santri, memberikan penghormatan pada keluarga pesantren.

Fatih masih memegang kertas yang bertuliskan alamat lengkap yang diberikan abinya. Fatih masih tidak tahu persis letak rumahnya, walaupun sekarang sudah memasuki daerah yang tertera dalam alamat. Fatih meminta sopir untuk memelankan lajunya, agar ia bisa melihat dengan jelas satu per satu rumah yang dilewatinya. Melihat alamat rumah lengkap dengan nomor rumahnya.

Akhirnya, Fatih berhasil menemukan rumah yang sedari tadi dicari. Diketuklah pintu itu sampai orang yang ada di balik pintu membuka gagang pintu. Pemilik rumah mempersilakan tamunya untuk masuk dan duduk di kursi yang telah disediakan. Sebelum Fatih menyampaikan maksudnya, tuan rumah sudah mengetahui kalau Fatih merupakan keluarga pesantren dari Pati. Tuan rumah juga tahu maksud kedatangan mereka, sehingga Fatih tidak perlu bersusah payah merangkai kata untuk meminjam uang. Tuan rumah memberikan tas berbentuk kotak, yang isinya adalah uang.

Setelah pamit, Fatih menuju ke Bank untuk menyimpan uang di buku tabungan. Ketika ingin mengambilnya, ia bisa menggunakan kartu ATM. Alasan menyimpan uang di Bank karena Fatih sangat khawatir membawa uang tunai dengan perjalanan yang masih panjang, khawatir sesuatu yang buruk menimpa mereka, sehingga alangkah baiknya jika uang itu ditabung saja.

Sebelum kembali ke Yogjakarta, Sofia meminta pada Fatih untuk mampir ke toko orang tua Sarah. Sofia ingin berkenalan langsung dengan orang tua Sarah yang sudah mahir dalam dunia batik. Masih bersama sopir, Sofia dan Fatih berhasil menemukan toko itu.

“Ibu.” Sofia mencium tangan ibu Sarah.

“Iya, Nak.” Ibu Sarah tidak sadar kalau yang datang adalah teman anaknya yang waktu itu menelepon untuk membeli kain batik.

“Saya Sofia, Bu. Temannya Sarah yang waktu itu menelepon.” Sofia mengalah untuk memberi tahu karena ibu Sarah belum juga mengenal Sofia.

“Oh ... Yang kapan hari pesan batik untuk dikirim ke Jogja?” Ibu Sarah berusaha menebak.

“Benar sekali, Bu.” Sofia membenarkan kalimat ibu Sarah.

“Saya kebetulan ada keperluan di Bangkalan, sekalian mampir ke sini untuk melihat-lihat produk batik Tanjung Bumi.” Sofia menjelaskan maksudnya.

Ibu Sarah mengajak Sofia ke suatu ruangan. Sofia merasa terpana dengan pemandangan yang dilihat dari semua sudut di kamar itu. Ruangan itu berisi kain batik yang terhampar luas, dengan gantungan besi yang memanjang, cukup membuat kain itu tertata dengan rapi, sangat elok untuk dipandang. Dari beberapa kain batik yang dihampar, ada satu kain yang terletak di pojok. Mampu menarik perhatian Sofia.

“Itu batik jenis apa, Bu?” Sofia menunjuk kain batik yang tergantung di besi memanjang di pojok.

“Itu jenis batik kaligrafi. Awal mula yang membuat batik itu adalah orang Sumenep. Kemudian disusul oleh kabupaten yang lain di Madura.” Ibu Sarah menjelaskan dengan senang hati.

Lihat selengkapnya