Gadis Pesantren

Fitria Sawardi
Chapter #32

Sebuah Akhiran

Aku sudah bisa menerjemahkan seluruh ekspresi yang menari-nari, menguasai wajah berseri. Menjamah sekat yang memisahkan kehidupan nyata dengan hati yang awalnya tak pernah mau bersatu. Setiap detik perjalanan waktu berhasil kulewati dengan sempurna, hingga secara tidak sadar membawaku pada pemahaman yang mendalam tentang fisik dan perasaan dunia pesantren. Setelah melalui penjelajahan yang menegangkan, aku berpikir kembali dan akhirnya memutuskan untuk menyatu dalam kehidupan yang orang-orang juga hidup di dalamnya, dengan sentuhan hati paling dalam. Tidak hanya raga yang ikut menikmati kebebasan, hati juga turut menjunjung tinggi hilangnya semua beban. Memaknai masa depan yang dahulu sempat diharapkan akan datang di waktu sekarang.

Maka melalui ekspresi keterbukaan, menghadirkan sikap toleransi. Toleransi terhadap semua keadaan yang mengalir begitu deras. Memberiku kesempatan untuk menyelami kehidupan mereka yang tersirat banyak ketenangan. Aku percaya pada sebuah ajaran: bahwa semua ketenangan yang mereka dapatkan selama ini adalah karena memeluk tradisi dengan cara bersyukur. Memberikan gambaran bahwa tidak semua tradisi perjodohan merenggut kesucian cinta. Sangat masuk akal, apabila setiap orang mendapatkan rezeki fitrah cinta. Tapi terkadang, untuk memelihara kesucian cinta harus menempuh jalan yang berliku. Termasuk dengan cara yang pahit sekali pun, seperti perjodohan.

Demi memelihara keberkahan cinta, aku senantiasa memelihara hati agar selalu bersyukur pada sang Pemberi cinta. Lalu menikmati setiap rangkaian cerita yang berlalu lalang untuk sampai pada happy ending. Sehingga aku tidak perlu menciptakan tradisi baru yang belum tentu berakhir dengan indah. Dengan bekal jiwaku_yang kusadari sudah dewasa, aku menyimpan baik-baik kenangan indah yang turut membersamai perjalanan yang mengajarkan bahwa tidak semua keinginan dan harapan harus tercapai. Bisa jadi, ketidak-tercapaian itu justru membuatku lebih baik. Dan sebelum menutup dengan kata terima kasih, izinkan aku untuk menyampaikan sebuah kalimat:

"Pesantren, aku menghormatimu. Maafkan aku yang telah lama memendam rasa benci dengan penuh belagu! Kau berhak menyalahkan sikap angkuhku. Sikap yang telah membutakan mata batinku untuk melihat semua kebaikanmu. Sekarang aku percaya bahwa setiap hal yang kau rekomendasikan untuk penghunimu akan senantiasa mendatangkan segudang kebaikan. Sembari mengharapkan pintu maafmu, aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena telah mengajarkanku banyak hal. Terima kasih karena telah mengirimkan sosok lelaki yang penuh simpati dan belas kasih. Hingga aku menikmati keindahan cinta sejati.

Dari pemilik hati yang sedang gembira: Sofia.

Lihat selengkapnya