Maya terkejut, menggelengkan kepalanya.
"Jangan kamu bawa wanita seperti itu ke dalam rumah ini, Ris."
Aris terperangah!
"Mi ... pliiiss ... Aris rasa itu bukan hal yang terlalu penting, tidak penting dari mana asalnya. Apakah dia bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang mana, Mi?"
"Kamu bilang tidak penting?! Mau ditaruh di mana muka kami Ris! Anak mantu yang Ibunya pengidap gangguan jiwa, anak yang terlahir dari hasil perkosaan. Itu kamu bilang tidak penting! Hohh! kenapa kamu tidak pernah mengganggap kami penting bagimu!"
Maya bergidik membayangkan teman-teman sosialitanya akan mengetahui tentang calon anak mantunya.
"Jika dia hanya anak yang terbuang di Panti Asuhan, Mami masih bisa menerimanya, tapi jika seperti itu Mami tidak bisa, Ris!"
"Mungkin lebih baik dia tidak pernah tau asal usulnya. Tinggalkan dia! Perlahan kamu pasti bisa melupakan dia, Ris." ujar Maya lalu berdiri hendak berbalik ke kamarnya. Namun Aris menahan tangan itu dengan cepat.
"Baiklah jika itu mau Mami, mungkin ini hari terakhir Aris menginjakkan kaki di rumah ini!" sarkas Aris.
Maya terkejut, membalik badannya dengan segera menatap anak kesayangannya itu. Mencari-cari kebenaran dari kata yang baru diucapkannya. Terlihat kesungguhan di sana.
"Pliiiss ... Mi. Aris tidak mungkin meninggalkan dia. Aris tau Mami syok dengar tentang asal-usulnya. Suci sendiri sebelumnya sangat terguncang Mi. Tapi mau gimana, itu sudah takdir."
"Belajarlah untuk melupakan dia. Kamu bisa melupakan Tamara, dia juga pasti bisa kamu lupakan."
"Suci tidak sama dengan Tamara Mi. Jika Mami restui kami, Aris janji akan mengundurkan diri dan urus Perusahaan Papi."
Aris tiba-tiba menghempaskan dirinya bersujud di kaki Maya.
Maya terpana, lagi-lagi anak kesayangannya itu
membuatnya terkejut.
"Secinta itu kah kamu sama gadis itu? Bertahun-tahun Mami bujuk kamu supaya mundur lalu urus Perusahan Papi, kamu tidak mau. Kini segampang itu kam-," suara Maya tercekat, menghapus bulir-bulir yang mengalir dengan deras.
"Baiklah ... bawa dia kemari sebelum kami ke rumahnya." Kata Maya dengan raut sedih.
Aris ternganga, di pandangnya raut wajah wanita terkasihnya itu dengan lekat, ada kesedihan dan kecewa yang tergambar di sana.
Dengan segera Aris bangkit memeluk Maya.
"Makasi Mi, kami janji tidak akan pernah mengecewakan Mami."
Maya merenggangkan pelukan, menyusut air matanya, berlalu meninggalkan Aris sendiri.
****
Semburat jingga mengiringi Aris ketika menuju kost Suci. Aris memutar balik motornya tiba-tiba, ketika terlewat rumah impian hadiah dari Aris untuk Suci. Ternyata motor Suci terlihat parkir di rumah itu. Perlahan lelaki itu turun dari motor, kakinya mengayun menaiki tanjakan langsung menuju teras samping, karena Aris tahu kebiasaan Suci jika sudah jam segini pasti ada di rumah itu sedang menikmati senja.