"Tolong ditandatangani Pak." Suci menyerahkan slip penarikan untuk Nasabah di hadapannya. Ia ingin secepatnya mengakhiri transaksi tersebut, karena merasa jengah dengan tatapan lelaki setengah baya di depannya itu. Bukan tanpa alasan Gadis cantik itu merasa terganggu, karena dari sejak masuk dan duduk diantrian hingga berdiri di depan Suci, lelaki tersebut tak henti-hentinya menatapnya. Ia merasa risih dengan tatapan lelaki yang dari buku tabungannya bernama Hery Zhuang, dengan penampilannya yang wah dapat dikatakan kalau Hery merupakan orang berada, apalagi hari ini melakukan penarikan dalam jumlah yang besar. Pikiran jelek terpatri di kepalanya kalau-kalau lelaki tersebut merupakan om-om nakal.
"Tolong dicek kembali sebelum meninggalkan loket." Suci menyerahkan uang beserta resi penarikan. Namun tanpa mempedulikan saran Suci lelaki itu langsung memasukan semua uang tersebut dengan tergesa-gesa tanpa melepaskan pandangannya dari Suci.
"Maaf boleh bertanya?" tanya Hery dengan wajah tegang, sambil melepas masker yang sedari tadi dipakainya. Suci agak terperanjat menyaksikan wajah Herry, wajah dengan bekas sayatan benda tajam dari hidung hingga ke telinga, sepertinya sudah dioperasi tetapi mungkin terlalu dalam sehingga tetap membekas. Suci cepat-cepat mengalihkan pandangannya untuk menghilangkan rasa terkejutnya karena tidak mau membuat Herry tersinggung.
Ia kembali memandang Herry dengan senyum yang dipaksakan, alarm berbahaya dalam dirinya berbunyi. Namun karena berada dalam bank dengan suasana yang sedang ramai membuat Suci sedikit merasa nyaman.
" Ooo ... tentu saja Pak, apa masih ada hal yang diperlukan?" tanya Suci.
"Oouu ... bu-bukan tentang transaksi tadi. Sa-saya ingin bertanya tentang masalah pribadi." Suci mengeryitkan keningnya, menilik Hery dengan tatapan selidik, lalu mengedarkan pandangan pada antrian di belakang Herry.
"Maaf Pak, ini jam kerja. Saya tid ...."
"Maaf Bu saya lagi urgent kalau bisa tolong layani saya secepatnya." sela lelaki di belakang Herry.
"Mohon maaf Pak, saya harus layani nasabah yang lain," ucap Suci sopan sambil menangkupkan kedua tangannya di dada. Walau bagaimana pun Suci tidak mau meninggalkan kesan yang tidak menyenangkan untuk orang lain. Suci dapat melihat raut kecewa dan kesedihan di wajah Herry.
Gadis cantik itu, melayani nasabah berikutnya. Namun sesekali melirik ke arah Herry yang berjalan menuju pintu keluar, perasaan was-was semakin menyelinap. Dan benar saja Herry masih berdiri di pintu keluar sambil memandang Suci dengan pandangan yang entah. Tatapan mereka sempat bertemu, secepat kilat Suci mengalihkan pandangannya.
Sudah jam istirahat makan siang, sambil memadamkan layar komputer di depannya Suci melonggarkan otot-ototnya, merapikan meja kerjanya dari tumpukan-tumpukan kertas. Hendak membuka kotak bekalnya tapi suara cempreng tiba-tiba menghentikan aksinya
"Cece keluar makan yuk ... bawa bekal lagi?" sapa Santy teman kerja Suci yang membuatnya tersentak kaget.
Sedari kecil panggilan Cece melekat pada dirinya. Suci yang besar di panti Asuhan tampak menyolok di antara anak-anak panti lainnya, dengan kulit yang putih bersih, rambut lurus dan mata agak sipit sehingga anak-anak panti lebih senang memanggilnya Cece, sebutan itu melekat sampai sekarang.
"Bikin kaget aja" ujar gadis cantik itu pura-pura cemberut
"Segitu aja masa kaget," sela Santi dengan senyum lebarnya.
"Sekali-kali napa sih, makan di luar?" Santy mengamati bekal yang dibawa Suci
" Yaaelah ... nasi, mie, sama telur lagi. Nggak bosan apa?"