Gadis yang Dikurung oleh Ibunya Selama Dua Puluh Tahun

Yuli Yastri
Chapter #2

Bab 2

"Sarah!" sentak sang ibu seraya menarik anak itu supaya menjauh dari jendela. "Ngapain kamu ngintip di situ? Gimana kalau nanti ada yang melihat kamu?"

"Emang kenapa kalau ada yang melihat aku, Bu?" Anak itu penasaran. "Kenapa Ibu melarangku keluar dari rumah dan bertemu dengan semua orang? Aku juga ingin main di luar seperti anak-anak yang lain."

"Diam!" Sang ibu malah membentak Sarah. "Kamu tidak usah banyak tanya. Turuti saja semua perintah ibu, karena itu untuk kebaikanmu juga."

"Tapi, Bu ...."

"Sudah," potong Farah. "Kamu jangan membantah. Ibu melakukan semua ini karena ibu sangat menyayangimu. Kamu juga sayang, 'kan, sama ibu?"

Gadis kecil berkulit putih itu mengangguk sembari menatap wajah sang ibu. "Iya, Bu, aku sayang sama Ibu."

"Kalau gitu kamu harus nurut sama ibu!" tegas Farah. "Ya sudah, sekarang kamu main aja di sini. Dan ingat, jangan sekali-kali lagi kamu mengintip di jendela!"

Gadis kecil yang memakai hijab berwarna pink itu kembali mengangguk. Kemudian, sang ibu pun pergi ke dapur untuk membuat kue pesanan Bu Rima.

***

Di kamar yang cukup besar, seorang pria tua berbaring dan menatap ke arah jendela. Sudah bertahun-tahun pria itu mengidap penyakit struk. Sehingga hari-harinya dihabiskan hanya di tempat tidur.

Kriet!

Suara pintu berderit. Sang istri masuk dengan membawa obat dan segelas air putih. Pria tua tadi pun sontak berusaha bangkit sambil berteriak-teriak memanggil anak perempuannya, yang sudah lama menghilang.

"Fania, Fania!" Nada suara pria itu tidak jelas akibat penyakit struk yang dideritanya. "Mana Fania? Bapak mau minta maaf sama dia."

Mata perempuan berhijab coklat yang wajahnya sudah mulai berkeriput itu pun mendadak berkaca-kaca, saat nama Fania disebut.

"Fania belum pulang, Pak!" ucap sang istri sembari menaruh obat dan gelas di meja. Ia lalu duduk di samping suaminya.

"Bapak sangat bersalah sama Fania, bapak harus minta maaf." Pria itu tidak henti-hentinya berkata demikian.

"Iya, Pak, iya." Istri pria itu menahan tangis.

Setiap hari pasangan suami-istri yang mulai renta itu berharap putri bungsu mereka kembali pulang dalam keadaan sehat. Namun, sang putri tak kunjung datang, bahkan tidak pernah memberi kabar.

Fajar, ayah kandung Fania terus berteriak memanggil putrinya, sampai terdengar ke luar. Fajri anak pertama Fajar pun langsung masuk ke kamar.

"Ada apa ini, Bu?" tanyanya kepada sang ibu yang sedang berusaha menenangkan suaminya. "Kenapa Bapak berteriak memanggil Fania terus?"

"Bapak ingin bertemu sama Fania. Dia ingin meminta maaf. Apa ada kabar tentang adikmu? Tolong cari dia, ibu juga sangat merindukannya." Perempuan yang memakai daster batik itu menangis tersedu.

Fajri spontan tersenyum miring. Mata pria berjambang tersebut lalu menatap tajam ke arah ayahnya yang sedang berbaring tak berdaya.

"Fania pergi gara-gara Bapak. Kenapa dulu Bapak memperlakukan adikku itu dengan keji?! Kenapa?!" sanggah Fajri. Rahangnya mengeras, hingga urat di leher tampak menonjol.

"Fajri!" sentak sang ibu seraya berdiri. "Jaga mulutmu. Bagaimana pun juga dia adalah bapakmu. Kamu tidak boleh berbicara dengan nada tinggi seperti itu!"

Lihat selengkapnya