Menyadari kepanikan sang ibu, Sarah pun mencoba mengendap pergi ke kamar tanpa sepengetahuan Pak RT dan para warga.
Farah menarik napas panjang supaya tidak terlihat panik. Ia lalu melengkungkan bibirnya ke atas dan membiarkan mereka melihat ke dalam rumah.
"Lihat, Pak, di sini tidak ada anak kecil. Mungkin bapak-bapak salah lihat."
Mata Pak RT dan warga menjelajah ke dalam rumah. Ternyata tidak ada yang mencurigakan. Mereka saling menatap, lalu mengangguk.
"Tuh lihat ... tidak ada anak kecil di sini. Kalian pasti kurang tidur tuh, jadinya ngelantur!" cerocos Pak RT.
"Iya kali, Pak!" balas salah satu warga sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya udah, kalau gitu kita pergi aja. Kasihan Neng Farah jadi terganggu gara-gara kita. Maaf yah, Neng." Pak RT membungkukkan badan.
"Tidak apa-apa kok, Pak RT." Farah tersenyum ramah.
"Iya Neng, kami minta maaf, yah." Warga juga membukukan badan sambil membalas senyum perempuan berhijab bergo itu.
Mereka akhirnya pamit pergi. Farah pun langsung menghela napas lega. Ia kemudian bergegas mengunci pintu dan menghampiri sang anak ke kamar. Sarah ternyata sudah tidur sambil memeluk boneka kesayangannya.
Bulir bening tiba-tiba saja mengalir membasahi pipi mulus Farah, ketika melihat sang anak yang sedang tertidur pulas di hadapannya.
Kaki jenjang perempuan berhidung mancung itu kemudian melangkah perlahan, mendekati sang anak dan duduk di sampingnya.
Farah menatap lekat wajah anaknya, lalu ia spontan membekap mulut menahan tangis. Dada perempuan itu pun terasa sesak.
Perempuan tersebut lalu mengusap kepala anak gadisnya yang masih polos. Semakin sang anak bertumbuh besar, Farah semakin merasa khawatir dan cemas.
Dia tidak tahu sampai kapan bisa menyembunyikan anaknya di rumah itu. Ia takut ada orang yang mengetahui keberadaan sang anak dan berniat menyakitinya.
Farah selalu berpikir bahwa sang anak akan mengalami nasib buruk sepertinya, jika dibiarkan ke luar dari rumah dan bertemu dengan banyak orang.
Tanpa sadar Farah pun tertidur di samping sang anak, hingga azan Subuh akhirnya berkumandang membangunkannya.
Perempuan tersebut tersenyum saat melihat Sarah masih tertidur pulas. Ia kemudian mengusap kepala buah hatinya itu dengan lembut.
"Sayang ... bangun, yuk. Kita salat bareng!" ajak Farah.
Sarah kemudian terbangun dan mengucek mata. Gadis kecil itu menggeliat sambil menguap. Farah pun spontan menutup mulut sang anak.
"Kalau nguap itu mulutnya ditutup dong, Sayang. Nanti ada setan yang masuk lewat mulut kamu." Farah tersenyum hangat, lalu memeluk anaknya.
"Maaf, Bu, aku lupa." Sarah juga tersenyum dan membuat raut wajahnya pun semakin mirip dengan sang ibu.
Mereka berdua kemudian beranjak dari tempat tidur, untuk bersiap melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim yang beriman, yaitu salat.
Setelah itu, Farah melanjutkan lagi membuat kue pesanan Bu Rima yang tinggal menghiasnya saja, sedangkan sang anak bermain di kamar.