Judul : Badai di Langit Biru
Penulis : Rana Kurniawan
Langit Gunung Kencana mendung sejak pagi.
Awan kelabu menggantung di atas rumah kecil itu, seolah tahu ada sesuatu yang akan pecah.
Rana duduk di depan konter, memandangi “Langit Baru” yang sepi.
Hujan semalam membuat papan tulis mereka basah, kertas-kertas belajar menempel di dinding bambu.
Sudah beberapa hari, anak-anak jarang datang.
Risa juga tak seceria dulu.
Sejak kedatangan Yani, wajahnya sering murung dan tatapannya jauh.
---
Sore itu, Risa datang membawa laporan penjualan konter.
> “Na, penghasilan bulan ini turun hampir setengah.”
Rana menatap angka di kertas, lalu tersenyum kecil.
“Iya, aku tahu. Karena banyak waktu kita buat anak-anak.”
“Tapi ini gak bisa dibiarkan terus, Na. Aku cuma takut…”
“Takut apa?”
“Takut kita gagal lagi.”
Rana menatapnya lama, lalu berkata pelan,
> “Ris, gagal itu bukan kalau kita kehilangan uang. Gagal itu kalau kita kehilangan niat baik.”
Risa menghela napas berat.
> “Kamu selalu ngomongnya mudah, Na. Tapi kamu gak tahu gimana rasanya jadi aku — ngebagi waktu, mikirin biaya, dan lihat usaha kita pelan-pelan merosot.”
Rana diam. Ia tahu Risa sedang lelah, tapi kata-kata itu tetap menusuk.
> “Aku tahu kamu capek. Tapi Ris… jangan sampai kita berhenti di tengah jalan cuma karena takut rugi. Kita udah mulai sesuatu yang mulia.”