Judul : Langit Yang Retak dan Cahaya Yang Kembali
Penulis : Rana Kurniawan
Sudah dua bulan sejak Risa pergi dari “Langit Baru”.
Konter masih berdiri, tapi suasananya tak sama.
Tak ada lagi suara tawa anak-anak, tak ada langkah kecil yang berlari sambil membawa buku lusuh.
Hanya Rana, sendirian di antara kabel charger, kartu perdana, dan papan yang warnanya mulai pudar.
---
🌧️ Rana
Pagi itu, Rana membuka konter seperti biasa.
Senyumnya tetap sama, tapi matanya tak lagi secerah dulu.
Ia masih mengajar anak-anak yang mau datang, tapi jumlah mereka kini hanya tiga atau empat orang.
Sukma sering menemaninya, membawakan teh hangat.
> “Na, kalau cape, jangan dipaksain,” katanya lembut.
“Aku gak capek, Kak. Aku cuma… rindu,” jawab Rana sambil menatap halaman kosong.
Umi Lilis yang kini sering sakit-sakitan, masih sesekali datang duduk di kursi bambu.
> “Nak, setiap perjuangan pasti diuji. Jangan biarkan kehilangan satu orang membuatmu kehilangan arah,” katanya pelan.
Rana menggenggam tangan Umi Lilis erat-erat.
“Aku cuma takut Umi kecewa.”
“Yang penting kamu gak berhenti berbuat baik. Umi gak pernah kecewa sama hati yang tulus.”
---
☔ Risa
Sementara itu, di Rangkasbitung, Risa kini membantu Yani mengelola toko elektronik.
Gajinya lumayan, kehidupannya lebih “pasti”, tapi hatinya terasa kosong.
Ia rindu suara anak-anak, rindu tawa Rana, rindu kesederhanaan yang dulu membuatnya merasa hidup.
Suatu malam, ia duduk di depan cermin, menatap wajahnya sendiri.