Malam ini dimana langit sudah mulai menghitam dan air hujan terus turun mengguyur bumi ini. Guntur saling bersentuhan satu sama lain. Tidak ada hal lain yang bisa Gaitha lakukan selain berdiam diri di sofa.
Bukan hal batu lagi jika Gaitha takut dengan hujan. Tidak ada yang tau kenapa tetapi hujan seperti sebuah hal yang membuat dirinya enggan untuk menyentuhnya.
"Papa kapan pulangnya? Gita takut sendirian di rumah!" Gaitha hanya mampu memeluk sebuah boneka Patrik salah satu tokoh kartun di film Spongebob.
Boneka itu sangat ia sayangi. Mungkin dari banyaknya Bonek yang ia koleksi hanya boneka Patrik star ini yang paling ia jaga dan rawat. Meski sudah mulai luntur warna tetapi rasa sayangnya cukup besar.
Matanya mencoba melihat ke luar dimana air hujan masih terus turun tanpa memberikan izin untuk bernapas sejenak.
"Gita takut," rintihnya.
Jika biasanya banyak yang melihat Gaitha bar-bar dan juga sangat cuek bin judes kini berbanding terbalik ketika dirinya sedang ketakutan.
Jari-jarinya saling menyatu dan ia hanya memainkannya. Ingjn tidur tegapi suara Guntur itu sangat menganggu.
"Kalau aja kamu masih ada mungkin aku hak ajab takut," lirihnya.
Tok..
Tok...
Tok...
Suara pintu terketuk membuat Gaitha takut sendiri. Buku kuduknya mendadak berdiri seakan ada makhluk halus yang ingin menerkamnya.
Tiba-tiba saja ia teringat dengan cerita Gideon malam itu. Kalah sedang ada isu tentang keranda terbang. Kalau dibilang takut engga tapi kalau dibayangin makin menjadi takutnya..
"Gue belum mau mati dulu!"
Gaitha menyembunyikan kepalanya dibawah bantal agar tidak mendengar suara ketukan pintu itu. "Gue belum siap mati! Dosa gue masih banyak!"
Namun, suara ketukan pintu semakin kencang dan tidak kunjung hilang juga. Dengan modal nekat dan keraguannya ia berjalan menuju pintu itu dan membukanya.
"Kalau gue mati sekarang setidaknya gue bisa lewatin hari-hari bahagia sama orang yang gue sayang," lirihnya. Ia menutup matanya dan membuka pintu itu secara perlahan. Tidak mungkin jika itu papapnya karena papanya sedang bekerja di luar kota.
Ingatan akan keranda terbang itu masih memenuhi ketakutan pada diri Gaitha. "Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya dengan membuka sedikit pintu itu.
"Kenapa?"
Gaitha sadar kalau itu bukanlah keranda mayat melainkan Atha. Ia menghembuskan napas lega dan kecemasannya berkurang.