Gaitha sudah menggendong tasnya yang berwarna hitam dan berjalan lebih dulu keluar kelas. "Gue duluan!"
Gaitha sudah berjalan terlebih dahulu tidak lupa membawa beberapa daun yang ia ambil saat di lapangan basket tadi. Memang siapapun yang melihatnya akan merasa aneh karena sifatnya bisa langsung berubah saat itu juga.
Gideon menyenggol lengan Galen. "Kesurupan setan apa tu bocah?"
"Setan Mbah gemblong!"
"Sahabat sendiri lo katain!"
"Lo duluan yang ngajakin!"
"Lagian gue heran sama tu bocah! Kenapa bisa punya mantan ganteng semua njir! Insecure gue liatnya!" Gideon mendengus kesal. Tak mereka pungkiri jika Atha dan juga Alva terbilang tampan. Mereka sampai iri melihatnya.
"Gak boleh insecure tapi kok gue sendiri insecure?" Galen geleng-geleng kepala.
"Gue juga!"
Mereka berdua selalu saja menasihati Gaitha untuk tidak insecure kepada siapapun. Tetapi, mereka sendiri kini merasakan hal itu. Memang rasa insecure pasti dimiliki setiap orang hanya saja cara mengekspresikannya berbeda.
Sama halnya dengan Gideon dan Galen yang selalu mengatakan anti insecure dan cintai diri sendiri. Tetapi, yang namanya manusia pasti bisa melenceng dari ucapannya. Seperti perumpamaan 'mulutmu harimau mu", dimana ucapan kita terkadang bisa menjadi lubang diri kita sendiri untuk terjebak dalam sebuah dilema.
Yang namanya manusia pasti memiliki yang namanya sebuah ketidakyakinan pada diri sendiri. Tapi, semua itu pastinya akan mereka tutupi dengan banyak topeng. Mereka tidak ingin kalau sampai banyak orang yang mengetahui luka yang mereka dapatkan. Daripada berlarut dalam kesedihan maka lebih baik berusaha untuk bangkit. Bangkit jangan sampai terjebak dalam ke dalam keterpurukan.
***
"Bang? Nanti jadi mau latihan gak?" Andi sudah pasrah dengan posisinya saat ini. Alva memiting lehernya dan menarik sesukanya tidak memperdulikan tatapan dari murid lainnya.
"H-1 aja kali enaknya buat latihan cil?" balas Alva dengan enteng.
"Waras bang?" Andi membelalakkan matanya tidak percaya. Biasanya kalau ada yang ingin lomba mereka akan berusaha latihan dari jauh-jauh hari. Kenapa orang satu ini berbeda?
"Gue udah gila karena cinta cil. Kalau gue mati sebelum melihat cinta gue bahagia gak tenang kayaknya cil!"
"Mulut!" Andi refleks menabok mulut Alva.
"Sakit cil!" Alva mengelus bibirnya sambil tertawa. Memang sudah gila sepertinya ini anak.
"Lo beneran mantannya kak Gaitha? Serius loh? Padahal baru mau gue gebet ganteng!"
"Berani deketin lo gue gorok!" ancam Alva. Andi bergidik ngeri dengan ancaman itu. Rasanya ia ingin segera pergi dari sana.
"Jangan psikopat lo bang! Gue belum pernah pacaran bahkan belum nemuin cinta pertama serta menjalin kisah indah!"
"Ngenes banget hidup lo cil!"
"Ngenesan hidup lo bang!" balas Andi.
"Kok bisa?" Alva menatap Andi dengan penuh tanya.
"Liat noh! Mantan lo lagi deket sama tu cowok!" Andi menunjuk Gaitha yang berjalan sampingan dengan Atha. Memang bukan haknya untuk melarang tetapi ada rasa nyeri di hatinya melihat semua itu.
"Hati gue kuat kok cil! Sampai mati juga yang penting lihat Gaitha bahagia udah cukup bagi gue!" Alva menyugarkan rambutnya lalu mengelus dadanya seakan sabar.
"Mati Mulu yang lo omongin heran gue bang!"
"Nikmatin aja hidup!"