Hidup dengan penuh keceriaan terkadang hanyalah sebuah topeng untuk menutupi rasa kesedihan. Tak ada yang tau bagaimana nyatanya hidup orang itu.
Sepanjang koridor kelas Gaitha menutupi telinganya yang terasa panas karena mendengar nama Angel selalu diucapkan. Tidak henti-hentinya mereka menyenandungkan nama itu.
"Panas banget telinga gue! Berasa keluar asepnya!" Gaitha mencoba menerobos kerumunan itu.
"JANGAN LUPA KALIAN HARUS DUKUNG ANGEL DALAM KONTES AJANG PENCARIAN MODEL INI!" teriakan itu senantiasa menusuk gendang telinga Gaitha. Tak mau mendengar suara itu lagi secepat mungkin ia melewati kumpulan murid yang berteriak itu.
"Angel harus menang pokoknya!"
"Angel udah cantik, pinter, anak penyanyi terkenal pasti menang lah!"
"Anak artis aja bangga!" cibir Gaitha yang mendengar kalimat itu. "Sombong kok di tungguin!"
"Sirik bilang aja kali Gai!" Gaitha sempat terkejut dengan suara itu. Lamunanya seketika buyar karena suara panggilan itu. Bagaimana tidak? Masih enak ngelamun tiba-tiba dikejutkan seperti itu.
"Cebong daratan ngapain ngagetin gue?" Gaitha menatap Alva dengan penuh permusuhan. "Kalau jantung gue copot gimana?"
"Ganti pake jantung gue!"
"Mulut!"
"Bagi permen kaki lu?" Alva menengadahkan tangannya meminta permen kaki yang senantiasa dibawa oleh Gaitha. Gadis itu tidak akan pernah ketinggalan membawa camilan di dalam tasnya dan Alva sudah hafal akan hal itu.
"Jangan! Habis nanti!"
"Satu aja!"
Gaitha dengan wajah cemberutnya menatap Alva. Sedangkan, Alva tersenyum manis semanis yagitu. Alva membulatkan matanya melihat kelakuan Gaitha. "Ngapain Lo buka sepatu pinter?"
"Katanya mau permen kaki? Nih, Lo makan kaki gue! Bayangin aja permen." Gaitha menjulurkan kakinya kepada Alva yang langsung bergidik ngeri sendiri.
"Otaknya buat mikir neng! Itu kaki manusia atau gajah? Gede bener!"
"Mulut! Ini kaki Dugong puas?" Merasa kesal dengan Alva, Gaitha berusaha untuk tidak kebablasan.
"Siap untuk jalan-jalan Minggu ini?" Alva merangkul pundak Gaitha dengan santai serta tak memperhatikan sekitarnya. "Siap dong!"
Gaitha baru sadar kalau tangan Alva merangkulnya. "Turunin tangan!"
"Awas nanti Lo rindu gue peluk lagi!" Goda Alva senang bila melihat Gaitha marah-marah. Kalau dari pandangannya akan lebih tambah cantik lagi kalau dia marah. Memang aneh.
"Beruntung banget Angel hidupnya sempurna. Gak kayak si Ono! Tujuan hidup aja gak punya keknya!"
Gaitha menelototkan matanya mendengar hal itu. "Untung gue waras!"
"Sejak kapan Lo gila?"
"Sejak gue ketemu lu!"
***
Suasana kelas 12 MIPA 2 sangat kondusif dan begitu tenang. Banyak guru yang nyaman dengan itu adapula yang sebaliknya. Semua fokus membaca serta mengerjakan soal dengan tenang. Tak jarang ada guru yang membanding-bandingkan kelas ini dengan kelas lain terutama 12 MIPA 4.
"Saya senang melihat kalian bisa fokus belajar seperti ini. Tingkatkan terus potensi yang ada pada diri kalian," ucap Bu Kiki.
Bu Kiki adalah salah satu guru yang menyukai ketenangan dan kefokusan dalam belajar. Sehingga, banyak yang tidak suka dengan guru ini terutama ya, kalian tau sendirilah? MIPA 4. Kelas itu selalu dirinya jadikan bandingan. Anaknya yang urakan dan suka ribut saat dikelas.
"Baik, Bu," ucap mereka secara bersamaan.
"Bagus."