Gaitha kembali berlari setelah sebelumnya ia berjalan menuju toilet. Niat awalnya ingin mengambil sesuatu di tasnya yang terletak di kelas tapi sepertinya tidak sempat. Buru-buru ia kembali memutar arah larinya menuju toilet. Rasa cemas dan khawatir memenuhi pikirannya.
"Gimana ini?" Gaitha sudah lebih cepat masuk ke dalam bilik kamar mandi itu. Di dalam ia sudah menggeram melihat noda darah di androknya yang sudah cukup banyak. "Mana pembalutnya di tas lagi."
Kebingungan yang ia alami membuat was-was akan hal yang tidak diinginkan. Hanya ada satu pilihan yaitu menghubungi salah seorang temannya.
Ia menekan satu nomor yang ingin di hubungi. "Halo? Gideon lo lagi dimana? Sama siapa? Ngapain aja?" Banyaknya pertanyaan membuat Gideon menjauhkan sedikit ponselnya itu karena sungguh suara Gaitha dapat merusak indera pendengarannya.
"Pelan-pelan njir! Suara lo bikin gue pengang. Kayak lagu ya?" Gideon sempat berpikir sejenak. Sedangkan, Gaitha memutar bola matanya ke atas malas dengan celotehan makhluk satu ini. "Disini aku menunggumu dan berharap!" Gideon sedang mempraktikkan lagu itu.
Gaitha semakin malas mendengar celotehan Gideon. "Gue lagi ada di kantor buat tanya hari lombanya. Jadi, ada apa gerangan menelpon hamba?"
"Gue mau minta tolong buat amb-"
"Gideon buruan masuk!" teriak pak Nono. Suara itu terdengar oleh Gaitha dan membuat dirinya tidak enak hati kepada Gideon karena sudah mengusahakannya. "Baik pak!"
"Gai? Gue matiin dulu ya? Len? Buruan!"
Gaitha menghembuskan napasnya lemah. Bagaimana dengan nasibnya kali ini.
"Gita? Cantiknya Alva dimana?" Mendengar suara itu membuat Gaitha membulatkan matanya tidak percaya. Mengapa Alva mencarinya sampai di kamar mandi?
"Alva?" teriak Gaitha. Ia berharap Alva akan mendengarnya. "Lo denger suara gue kan?"
"Iya, Gita! Gue denger, tapi lo dimana?" Alva celingak-celinguk mencari keberadaan Gaitha. "Denger gue gak sih? Berasa ngomong sama setan gue!"
"Gak usah nakut-nakutin Alva! Ini kamar mandi banyak hantunya!" Gaitha merinding sendiri. Pasalnya toilet ini konon katanya banyak penunggunya. "Alva lo kesini ngapain?"
"Lo sendiri ngapain disini?" Pertanyaan konyol seperti itu hanya akan muncul dari bibir seorang Alvaro! Gaitha mengumpati cowok itu dari dalam kamar mandi.
"Gue mau mandi!" Gaitha menjawab asal.
"Kirain mau berak," ujar Alva.
"Jorok Alva!" teriaknya dari bilik salah satu kamar mandi itu. "Mau ngapain lo kesini?" ulangnya.
"Mau nganterin rok sama pembalut buat lo!" Alva mengucapkan hal itu dengan entengnya dan tidak malu. Sedangkan, Gaitha berusaha menghilangkan rasa gugup serta malunya sendiri. Mantannya ini memang tidak waras.
"Buat apa?" tanyanya ngasal. Tidak mungkin langsung menerimanya saja yang ada gengsi. Ya begitulah kalau hidup penuh gengsi! Mau tapi bilangnya engga.
Alva menggaruk kepalanya bagian belakang. Sudah berada di dalam kamar mandi cewek kalau tidak segera keluar bisa dikira menguntit.
"Lo mau gak ini? Kalau enggak gue bawa pergi lagi," ucap Alva.
Gaitha sempat berpikir sejenak. Sepertinya menerima hal itu tidak terlalu buruk. "Kalau gak mau yaudah!"
"Mau!"
Lalu, Gaitha membuka sedikit pintunya dan mengambil paper bag yang sudah dibawakan oleh Alva. Segera ia masuk lagi dan mengganti roknya. "Lo keluar dulu Alva! Nanti, dikirain ngapa!" teriak Gaitha dari dalam toilet.
Alva menghela napasnya pelan dan memutuskan untuk segera keluar. Setelah, keluar ia hanya menghentak-hentakkan kakinya pelan sembari menunggu Gaitha keluar.
"Ngapain masih disini?" Gaitha yang menangkap tubuh Alva merasa bingung mengapa dia masih disini. "Gak ada jam pelajaran?" tanyanya sembarj merapihkan seragamnya.
"Nggak. Jamkos," ujarnya tenang.
"Btw, thanks! Lo udah bawain gue ini. Tapi, lo tau darimana?" Itulah yang menjadi pertanyaan dari Gaitha sedari tadi. Kenapa bisa Alva tiba-tiba tau kalau dirinya sedang tembus?
"Gue tau jadwal lo haid dan tadi gak sengaja lihat lo lari kesini kek orang takut gitu," jujurnya.