Gaitha

Lisa Ariyanti
Chapter #23

Hati terlatih

Gaitha dengan topi yang selalu melekat di kepalanya berjalan menaiki panggung yang ada di sebuah cafe. Seperti kebiasaannya dulu ketika ingin bernyanyi dia akan melupakan egonya sejenak dan melakukan hobinya itu tanpa diketahui orang lain.

Cafe ini di desain minimalis dengan dominan warna cream, black and white. Sesuai dengan warna kesukaannya yaitu hitam. Ya, cafe ini adalah milik papa-nya yang sengaja di desain sesuai dengan keinginan anaknya yang paling ia sayangi.

Merasa sudah tenang dan siap Gaitha mengambil gitar yang sudah berada di dekatnya dan mengetesnya. Dirasa sudah baik ia mulai memetik satu persatu senar gitar tersebut.

"Sebuah lagu untuk kamu yang selalu menetap di hatiku tanpa seorangpun yang menyadarinya," ucapnya sebelum membawakan lagu yang mewakili perasaannya.

Alunan dari petikan gitar itu membuat suasana menjadi tenang dan semua mata memandanginya. "Kau ... Tak akan pernah rasa. Rasa sakit hatiku ... "

Gaitha membawakan lagu "Hati Terlatih" Marsha Zulkarnaen. Bait demi bait lagu yang ia nyanyikan mampu menyita perhatian mereka semua. Ada yang menitikkan air mata dan ada juga yang terlihat marah-marah karena ternyata sang pacar ketahuan selingkuh.

"Dan tuk menyayangi kamu ... Dengan sepenuh hati ... Akankah harus menahan sesakit ini."

"Ku ... Ingin hati terlatih. Untuk tak selalu merasakan patah hati. Biar aku yang mengerti."

Ketika lagu itu selesai dibawakan semua memberikan tepuk tangan yang meriah. Gaitha sudah biasa dan mereka juga tidak mengetahui siapa dirinya. Karena identitasnya tertutup dengan rapat.

"Tambah satu lagu dong mbak!" teriak seorang cowok dengan menggunakan pakaian kemeja berwarna merah maroon dan juga memakai masker. Ia berjalan mendekati Gaitha yang hendak turun dari panggung. "Boleh kenalan?"

Gaitha mengabaikannya dan berjalan menjauh. "Maaf, saya buru-buru."

Cowok itu tidak langsung berhenti tetapi mengikuti langkah Gaitha. Sebelum keluar dari cafe itu terlebih dahulu Gaitha seperti memberikan sesuatu kepada pelayan disana.

***

Kerlip bintang yang bersinar terang menyinari bumi. Gaitha berjalan dengan malas dan tanpa tujuan yang jelas.

"Mau kemana ya gue?" gumamnya sembari mengedarkan pandangan untuk mencari suatu objek yang mungkin bisa dirinya gunakan untuk menghilangkan rasa suntuk. Memang aneh jika Gaitha sedang seperti ini, kebiasaannya menggabuts mulai. Dari sudah keluar dan bingung mau kemana.

Telapak tangannya masih memegangi pipi sebelah kanannya dan terkekeh pelan. Mengingat kejadian tadi membuat Gaitha heran sendiri kenapa dirinya malah senang?

"Ternyata rasanya di tampar gini ya?" Gaitha merutuki dirinya sendiri. Sudah hidup selama ini baru kali ini mendapatkan tamparan tepat di pipinya. "Ternyata memang lebih sakit di tampar kenyataan daripada fisik gini!"

Lelah berjalan Gaitha duduk di bangku kayu yang berada di bawah pohon beringin dengan lampu yang bergemerlap. "Tidak terlalu buruk tempatnya," gumamnya mengamati sekitar.

"Gita?"

Suara itu mengalihkan atensinya dari kegiatan awalnya yang ingin menghalu. Ia menoleh melihat siapa yang memanggilnya. "Atha?"

Gaitha langsung berdiri melihat Atha berada di depannya. "Lo kenapa kayak monyet mau nangis?" Pasalnya saat ini Atha terlihat buruk tidak seperti biasanya. "Bunda lo kenapa? Gak lagi sakitkan?"

Mimik wajah Gaitha sudah berubah menjadi tegang dan khawatir apabila mengingat bunda Atha yang sudah ia anggap sebagai bundanya sendiri. "Gue tanya jawab ih!"

Lihat selengkapnya