Hari yang telah ditunggu akhirnya tiba. Dimana semua siap dengan penampilannya. Hanya saja peserta dari SMA Brawijaya yang masih belum siap-siap dan banyak mengumpati pakaian yang mereka kenakan.
"Bang!" Andi sedari tadi tidak berhenti menyenggol lengan Alva dan merengek layaknya anak kecil. "Apaan sih lo cil?"
"Bajunya!" Andi sudah lelah berdiri memutuskan duduk dan memegangi kedua lututnya yang ia tekuk duduk di lantai. "Gak suka warna pink! Gimana nanti kalau aura ketampanan gue pudar? Cita-cita dapet cecan gagal dong?"
"Gampang! Tinggal pilih gue yang comblangin!" ucap Alva menenangkan.
"Nanti mereka sukanya sama lo! Gue ini gak bakalan di anggep nanti!" Andi sudah pasrah.
"Kalian masih di sini dan dimana vokalisnya?" Pak Nono menjadi geram sendiri melihat peserta didiknya yang masih santai disini. "Kalau kalian gak yakin mendingan gak usah daftar!"
"Bapak ngeraguin keyakinan kita?" Gideon nampak tidak suka. "Kalau akhirnya bapak yang memutuskan untuk kita gak ikut sekarang kenapa baru sekarang? Kenapa gak dari awal?" Amarahnya sudah tidak terbendung. Ketika impian dan juga keinginannya harus di bantah di detik terakhir sekarang ini.
"Gak yakin sama kemampuan kita?" Galen menatap kearah pak Nono dengan miris. Sayangnya ada hang lebih terlewat santai yaitu Andi dan Alva yang malah ngemil dan menatap pertengkaran mereka.
"Asik juga bang bisa buat tontonan kita sebelum tampil," ujar Andi sambil memakan kue dadar gulung yang dibelikan mamaknya sepulang dari pasar. Alva mencomotnya dan ikut memakannya dengan tenang. "Besok lagi mamak mu suruh beliin jajanan pasar lagi kayak gini Ndi! Mana sempet lagi kita kenalin jajanan mantap kayak gini ke generasi penerus bangsa?"
"Mamak gue gak setiap hari ke pasar bang. Ini aja tadi kebetulan. Biasanya ada di tukang sayur pagi yang keliling itu bang."
"Cenil ini mantap banget cil! Cenul-cenul gemoy!" ujar Alva dengan langsung memasukkan cenil ke mulutnya.
"Kalau gak yakin gak maksa kok."
"Bang Gideon, bang Galen? Sini makan jajanan yang dibeli mamak aku tadi di pasar. Dijamin mantap!" Andi memberikan acungan kedua jempolnya kepada Gideon dan Galen dengan mulut yang masih penuh.
"Makan terus cil! Sampai lo tumbuh jadi cowok ganteng kayak gue!" Gideon mengucapkan hal itu dengan bangga.
"Bapak serahkan semuanya sama kalian," ujar pak Nono yang langsung pergi meninggalkan mereka begitu saja.
Mereka menatap kepergiannya dengan acuh. "Gini amat hidup gue!"
"Daripada musingin omongan orang mendingan juga makan biar kenyang nih perut!" Andi mengelus perutnya yang merasa penuh akan jajanan itu. "Makan cenil lebih mantap daripada makan hati!" sambung Alva.
Dengan muka masam 2G mengambil jajanan itu dan melahapnya dengan tidak nafsu.
***
"Gimana pak?"
Pak Nono yang mendapat teguran itu hanya menghela napasnya pasrah. "Lihat aja Bu!"
"Kenapa bukan Angel yang jadi vokalisnya sih? Lagian mamanya yang jadi juri juga kan?" ucap salah seorang gadis dengan rambut pirang itu.
"Mana tau!"
"Kalau dia ikut pasti udah menang."
Sesosok pasang mata yang melihatnya hanya tersenyum simpul dan memilih pergi dari sana.
"Penampilannya banyak yang bagus! Mana dari SMA Brawijaya?"
"Terakhir mereka."
"Gak yakin gue kalau mereka bakalan menang."
Dan berbagai macam ucapan yang membuat mental ogang turun.
"Baiklah, untuk penampilan-penampilan yang begitu luar biasa telah kita saksikan dengan sangat bagus bukan?" teriak MC yang mengatur jalannya acara ini.
"Siapa yang bakalan mau nonton yang terakhir nih? Kok pada pergi semua?" MC menatap bingung kepada para penonton yang satu persatu meninggalkan tempatnya.
"Baiklah tidak perlu lama-lama kita panggil SMA Brawijaya!"
Seperti malas menatap mereka membuat keempat cowok itu lesu dan mulai mengambil posisinya. Gideon sudah dengan gitar dan Galen dengan pianonya. Sedangkan, Andi dengan drumnya dan Alva yang akan ikut bernyanyi. Awalnya mereka terdiam dan mulai memainkan permainannya.
Alva menyempatkan dirinya untuk melirik ketiga temannya untuk menyemangati mereka. Ia mengucapkan sesuatu dengan bibirnya tanpa bersuara 'semangat!"
Alva tersenyum dan memulai menyanyikan lagu yang ia bawakan diiringi dengan lantunan alat musik yang mereka gunakan.
"Sebuah lagu dari Last child 'Separuh napasku'."
Lihatlah luka ini yang sakitnya abadi
Yang terbalut hangatnya bekas pelukmu
Aku tak akan lupa
Tak akan pernah bisa
Tentang apa yang harus memisahkan kita