Gaitha

Lisa Ariyanti
Chapter #27

Kenyataan yang belum terungkap

Wanita paruh baya itu yaitu Gistha cukup tercengang dengan kehadiran sosok lelaki yang berada di depannya. Untung saja kondisi di tempat ini terbilang sepi membuatnya tidak terlalu takut di temui wartawan.

"Kamu?" Gistha masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. "Ngapain kesini?"

"Yang jelas bukan bertemu anda," ujarnya datar.

Menghadapi sikap dingin lelaki ini membuat dirinya sedikit canggung sendiri. "Ada urusan?" tanyanya mencoba untuk mencairkan suasana.

"Papa!"

Suara teriakan itu mengalihkan perhatian Gistha dan Renal. Gaitha langsung berlari memeluk papanya dengan bahagia, dengan sigap papanya memeluk putri kesayangannya itu.

"Gita menang pa! Ini semua berkat doa dan semangat dari papa! Gita seneng karena papa bisa datang. Nanti, habis ini kita harus beli martabak yang besar buat kita ngerayainnya! Ajak keempat curut itu!"

"Manusia gini di bilang curut! Dasar Miss permen sikel!" Andi mendengus kesal.

Gaitha terkekeh pelan lalu menggeplak bahu Andi membuat sang empu terkejut. "Mau lo? Masih punya beberapa nih gue dek! Atau mau arumanis?"

"Masih kenyang ngemil gue Miss." Andi mengelus perutnya yang sudah membesar karena asik makan tadi. Gaitha terkekeh dan Gideon mendorong tubuh Andi hingga terhuyung hampir jatuh. Mereka suka sekali meledek Andi yang begitu polosnya.

"Gimana hasilnya?" Renal bertanya pada putrinya.

"Menang dong! Tapi, kayaknya ini lomba nyanyi yang terakhir Gita ikutin. Gita mau fokus sama papa biar gak sakit lagi. Gita gak mau fokus nyanyi dan ngejar karir kalau harus ngelupain keluarga," ujar Gaitha.

"Lo lagi ingat sama mama lo ya?" Alva yang berdiri cukup dekat dengannya seperti sengaja bertanya hal itu. Gaitha menolehnya. "Kalau iya kenapa?" balasnya dengan sinis.

"Kalau kamu ketemu sama mama kamu apa yang mau kamu katakan sayang?" Renal secara tiba-tiba menanyakan hal itu secara random. Ia sempat melirik sosok wanita yang ada di dekatnya.

Sebelum menjawabnya Gaitha sempat berpikir sejenak. "Gak tau. Mungkin gak mau ketemu sampai hati nurani Gaitha mau nerima walau sakit atau sebagainya!"

Baru disadari oleh Gaitha kalau ada Gistha yang berada di dekat papanya. "Ngapain lo disini?" tanya Gaitha dengan sewot.

Sebisa mungkin Gistha menahan air mata yang sudah ingin keluar itu. "Terserah saya."

"Dih! Gak jelas," ejek Gaitha tak peduli siapa yang berada di dekatnya.

"Yang sopan kamu Gita," tegur Renal.

"Dia wanita yang aku ceritain sama papa. Enak aja dia ngatain aku anak tidak berpindidikan cuma karena sikap aku kayak gini. Mana bawa-bawa orang tua lagi. Emangnya dia jadi orang tua udah bisa ngajarin anaknya hal baik?"

"Tumben gak nyanggah perkataan gue. Biasanya kalau kayak gini langsung nyaut kek kebakaran jenggot yang gak bisa diem aja ada benda di sekitarnya dan gak terima!" Gaitha mengabaikan wajah Gistha yang menurutnya menyebalkan.

"Gimana dia mau marah kalau tau kamu putrinya?" Renal membatinnya.

"Udah buruan masuk mobil papa. Nanti, kita makan-makan tapi papa mau ada urusan bentar," ujar Renal.

"Siap, papa!" Alva menjawab dengan sangat 45.

"Papa gue kenapa lo pada manggilnya ikut-ikutan papa?" ujar Gaitha tidak terima akan hal itu.

"Calon papa mertua gue!" Alva menjawabnya dengan tenang. "Halu!"

"Emang cuma halu. Tapi, gue rasa gak akan ada lagi yang sakit hati setelah ini." Alva membatin dalam hati seketika ia melihat Gaitha melenggang jalan terlebih dahulu menuju mobil.

"Kebenarannya masih belum terungkap Gita. Mungkin dengan jalan yang akan terjadi ini, hidup lo akan jauh lebih bahagia."

***

"Apa yang di katakan anak perempuan tadi? Apa dia anakku?" Gistha sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Tidak peduli apapun karena di depannya ini bukanlah orang lain.

Renal mengangguk. "Dia belum bisa menerima kenyataan dan sulit membuat dia mengerti sama halnya mirip seperti kamu."

"Tapi, kenapa dia begitu membenci saya?"

"Menurut kamu?"

"Tapi, semu-"

"Terlalu banyak luka yang sudah dia peroleh dalam hidup ini. Jangan nambah. Dia banyak cerita kepada saya masalah wanita yang selalu mengejek orang tuanya."

"Saya tidak ber-"

"Kalau kamu mau perbaiki semuanya sama dia. Saya harap cuma satu, jangan sakiti dia." Renal langsung pergi meninggalkan Gistha begitu saja.

Sedangkan, Gistha hanya mampu menangis melihat betapa bencinya anak perempuan semata wayangnya kepada dirinya. Bukan dari mata saja tetapi dari hati. Bagaimana anak itu mengatakan serta terdapat emosi yang terpendam dalam dirinya.

"Apakah dia mau menerimaku seperti kakaknya menerimanya juga?" Gistha mengusap air matanya dan hanya mampu memperhatikan kepergian Renal.

***

"Dimana Gita?" Renal bertanya kepada 2G dan 2A.

"Lagi ke toilet, pa." Alva langsung mendapatkan tatapan tidak mengenakkan dari ketiga cowok di dekatnya itu.

"Ngapain lihatin gue kayak gitu? Gak pernah lihat cowok ganteng?" sewotnya.

"Idiw! Mengpede kali lu!" semprot Gideon.

"Mengpede juga perlu kali!" Alva tidak mau kalah dengan Gideon yang gencar memojokkannya.

"Kalian udah om anggap anak. Jadi, manggil papa nggak papa juga ke om," ujar Renal.

"Dengerin! Papa gue emang baik banget!" Alva langsung memeluk Renal dengan bahagia. Mereka semua tidak pernah melihat kejadian macam ini.

"Kesambet apaan lo curut?" Galen berkecak pinggang bingung bercampur heran.

"Biarin bang. Udah lama dia gak ketemu ayahnya. Dari kecil malah," ujar Andi yang mengusap ingusnya. "Pilek gue bang kebanyakan minum es tadi."

"JOROK!" Gideon langsung menutupi mata Galen agar tidak ternodai dengan ingus yang tengah di buang Andi.

"Sehat selalu ya?" ujar Renal.

"Always!"

Lalu, keduanya melepaskan pelukannya dan menatap mereka bertiga dengan terkekeh geli.

"Cil! Lihat tempat juga kali kalau mau buang ingus! Gue laporin ke mamak lu kapok!"

Andi langsung buru-buru mengusap ingusnya dan berlagak sehat. "Jangan bang! Bisa-bisa ayam gue jadi ayam geprek, ayam panggang, ayam goreng, opor ayam dll. Gue belum siap kehilangan anak kesayangan gue!"

"Pantes lo gak pernah dapet pacar! Mana ada cewek yang mau sama cowok bau ayam kayak lo?" cela Galen.

"Lumayan tu bisa dijadiin taburan buat mie ayam!" sambung Galen sambil mengelus perutnya.

"JANGAN! AYAM GUE MASIH POLOS DAN SUCI! AWAS LO SEMUA NODAIN DIA!" pekik Andi histeris. Ia tidak akan terima jika ayam kesayangan miliknya harus menjadi korban.

Lihat selengkapnya